Lenyapkan Keragu-Raguan

  • "Uttitthe nappamajjeyya, Dhammam sucaritam care.
  • Dhammacari sukham seti, Asmim loke paramhi ca.
  • Bangun! Jangan lengah! Tempuhlah kehidupan benar.
  • Orang yang menjalani kehidupan benar akan berbahagia, di kehidupan ini maupun di kehidupan selanjutnya."

(Dhammapada 168)

Selasa, 07 Mei 2019, kembali saya mendapatkan kesempatan untuk mendengarkan Dhammadesana yang kembali disampaikan oleh Bhante Atthadhiro Thera. Kalau kemarin kita belajar soal kamma dan fungsi-fungsinya, kali ini kita mendengarkan topik keragu-raguan. Kembali saya akan menuliskan sedikit ulasan ulang mengenai apa yang telah disampaikan oleh Bhante, sebagai berikut:

Sebelum masuk ke topik utama, marilah kita sedikit mengupas petikkan syair Dhammapada 168. Sebenarnya di dalam syair tersebut terdapat cara mencapai tujuan yang dikehendaki umat Buddha, yaitu kebahagiaan. Di syair tersebut disebutkan caranya yaitu bangunlah, jangan lengah, tempuhlah kehidupan benar. Siapapun yang menjalani kehidupan dengan benar akan berbahagia, di kehidupan ini maupun di kehidupan selanjutnya. Ya, syair ini sebenarnya menggambarkan tujuan kita. Tujuan kita itu apa? Bahagia pada saat ini dan nanti juga bahagia.

Bagaimana sih bahagia itu? Ketika anda bisa mendapatkan kehidupan yang menyenangkan, tentram, anda merasa senang. Ketika anda punya tujuan yang jelas dan menjalankan kehidupan yang benar, nanti atau pada kehidupan selanjutnya anda bahagia. Tapi, sekali lagi, jalani syaratnya, yaitu tempuhlah kehidupan yang benar. Kalau kita ndak bahagia-bahagia itu kenapa? Ya, berarti ada yang belum benar, bukan salah. Kalau anda tidak punya kesadaran akan hal baik dan buruk, dan tidak bangun-bangun, yang terjadi pada anda ya penderitaan. Ketika saat ini anda dirundung kesedihan, penderitaan, bangunlah karena bahagia hanya akan muncul kalau anda berhasil menempuh kehidupan yang benar.

Satu hal lagi yang menjadi masalah umat Buddha, kita mengaku sudah belajar Dhamma, tapi kenapa kok ndak berubah lebih baik? Sudah ngerti tapi kok gak bahagia? Benar anda paham Dhamma, tapi anda belum pernah mempraktikkan. Ibaratnya ada nasi tapi kok perut anda lapar? Masalahnya dimana? Ada nasi tapi anda belum makan jadi masih lapar. Ya, sama saja, ada Dhamma, anda paham, tapi anda belum mempraktikkannya. Kenapa kok bisa begitu? Ya karena anda ragu nasi itu punya siapa. Begitu pula dengan Dhamma, anda ngerti kok teori kamma tapi anda belum mempratikkan karena adanya rintangan batin yaitu keragu-raguan / vichikicca.

Dalam praktik Dhamma pun, tidak banyak orang pun yang masih ragu-ragu. Contoh, saat SPD malam hari, anda mau datang tapi masih ragu. Anda masih cari teman, tanya apa dia datang. SPD nya sampai jam berapa. Banyak pertanyaannya karena anda masih ragu-ragu. Kenapa sih ragu-ragu bisa muncul? Karena ada ketidaktahuan, kebingungan. Keragu-raguan tidak hanya terjadi ketika anda berlatih secara spiritual. Ketika anda membangun bisnis pun, bisa saja muncul keragu-raguan. Sebagai contoh, seorang anak yang disiapkan segalanya oleh kedua orang tuanya, tinggal buka kunci toko. Karena ragu-ragu, buka kunci saja bingung. Masih mikir, laku ndak ini nanti ya tokonya, ada ndak ya yang mampir, akhirnya ndak jadi buka toko padahal sudah di depan toko.

Kalaupun anda pandai dalam berbahasa, banyak bahasa yang anda kuasai, tapi ketika hal itu hanya menjadi kenangan, anda kalah karena keragu-raguan anda. Ibarat anda berjalan, walaupun anda kuat, kalau ada tali yang mengikat kaki anda, anda tidak akan bisa berjalan. Salah satu jalan untuk mencapai kesucian tingkat pertama, yaitu anda harus mengalahkan keragu-raguan. Apa sih penyebab keragu-raguan yang wajar dimiliki setiap orang?

1. Apa yang dipikirkan tidak sama dengan yang dirasakan. Contoh kasusnya, tadi sewaktu ada seorang ibu berdana makanan yang katanya paling enak, ternyata bagi Bhantenya kurang enak, kira-kira si ibu itu masih yakin atau ragu-ragu? Contoh lain, anda ingin mencoba bakso Malang yang terkenal kata orang, ternyata apa yang anda pikirkan tidak sama dengan yang dirasakan. Muncul kata aku tidak yakin. Ini penyebabnya adalah apa yang anda pikirkan dengan yang anda rasakan belum klop. Apa yang anda baca dengan yang terjadi belum matching.

Contohnya, anda pasti pernah membaca buku tentang manfaat meditasi. Biasanya sih ditawarkan bahwa meditasi itu menghilangkan stress, bisa tenang, jadi konsentrasi, dan akhirnya bahagia. Tapi nyatanya, duduk saja anda sudah stress. Apalagi kalau anda berpikir kok ndak selesai-selesai, mana ini pimpinan puja belum baca sabhe satta. Kalau begini anda bukan menghilangkan stress, tapi malah stress karena mikirin waktu. Kelanjutannya anda bisa mikir sendiri lah bagaimana jadinya. Kalau sudah begini, timbul perasaan menyesal ndak mau ikut meditasi lagi.

Sebaliknya, kalau yang anda rasakan enak semuanya, nyaman, badan enak, begitu sabhe satta, anda merasa selesainya terlalu cepat. Hal ini terlihat jelas ketika ada beberapa umat yang bermeditasi, apakah dia kabur duluan atau bertahan sampai selesai. Maka dari itu, jangan sampai anda menunggu gelisah itu datang pada anda baru anda belajar Dhamma dan praktik. Sebaliknya, belajarlah Dhamma sebagai bekal ketika anda gelisah.

Ada suatu kisah dimana seorang umat bercerita kepada Bhante bahwa ia baru saja mempelajari bahwa negara paling bahagia ada di Asia. Ternyata cerita itu membuat Bhante penasaran ingin tahu bagaimana sih negara bahagia, yaitu Bhutan. Umat vihara akhirnya mengadakan trip ke Bhutan. Kenyataannya tidak sesuai dengan yang dibayangkan. Kondisi Bhutan itu ternyata lokasinya di lereng Gunung Himalaya, dingin sekali. Kalau dingin, mandinya jadi pakai air hangat terus, efeknya kulitnya kering dan gatal. Jadi, kalau sudah begini, apakah masih benar sesuai yang diceritakan? Yang ada sih pingin segera pulang, masih jauh lebih enak di Indonesia. Ndak ada enaknya, ndak ada bahagianya setelah dirasakan.

Setiap pengalaman tidak selalu sama hasilnya. Maka yang harus anda lakukan, menurut Dhamma, adalah jangan pernah berhenti. Karena segala sesuatu itu adalah proses latihan.

2. Penyebab yang kedua keragu-raguan muncul karena terbelenggu oleh pengalaman masa lalu yang tidak menyenangkan. Jika anda terus melekati masa lalu yang seperti itu, maka anda akan semakin terbelenggu dan menjadi ragu-ragu. Sebenarnya kita punya kemampuan dan kekuatan, tapi anda gagal karena ragu-ragu. Jangan sampai anda terbelenggu, menjadikan kehidupan anda tidak berubah. Setiap manusia dianugrahi kemampuan dan kemauan tapi tidak akan ada gunanya jika terbelenggu dengan masa lalu.

Ada suatu kisah soal seekor gajah kecil yang suka mondar mandir. Dari kebiasaan itu, sang pemilik pun mengikat salah satu kakinya dengan rantai. Si gajah jadi tidak bisa banyak bergerak karena terikat dengan rantai. Karena terbelenggu dengan masalah itu, ia tidak sadar kalau tubuhnya sudah makin besar. Seharusnya ia mampu, ia kuat, bisa melepas, tapi ia ragu akan kemampuannya sendiri. Karena ia hanya memikirkan kakinya yang terikat, masa lalu dipikirkan terus. Maka dari itu, jangan sampai anda terugikan karena pandangan salah yang anda terima.

Contoh lain, adalah ketika umat Buddha yang habis baca paritta di rumah duka saat malam kembang. Setelah baca paritta, umat itu biasanya makan sambil ngobrol. Ngerasani yang meninggal, ganteng, baik, tidak sombong, jujur, rajin menabung, masih muda lagi, kok bisa kenak stroke ya, orang baik kok cepat meninggal ya. Hati-hati dengan kata-kata itu, orang baik cepat meninggal. Anda jadi tidak mau berbuat baik, karena termakan sugesti orang baik cepat meninggal. Anda lebih memilih diam, karena masih ingin hidup. Berbuat baik butuh tekad, butuh keyakinan.

Ada satu pertanyaan, apakah kalau berbuat baik surga sudah siap bagi kita? Tidak ada jaminan kalau anda selalu berbuat baik maka surga pasti siap. Ibarat anda dari Lawang ingin pindah rumah yang lebih bagus di Tidar, anda sudah siap langsung berkemas pindah. Tapi tidak berlaku untuk kehidupan di surga, bukan berarti anda bisa langsung masuk surga saat anda berbuat baik. Anda harus menyikapi suatu hal dengan kebijaksaan supaya tidak muncul keraguan.

Dalam Anguttara Nikaya kelompok IV.147 tentang waktu, dijelaskan cara memanfaatkan waktu untuk mengatasi munculnya keragu-raguan. Ada 4 pemanfaatan waktu, yaitu sebagai berikut:

1. Kalena Dhammassavanam, memanfaatkan waktu untuk mendengarkan Dhamma. Kenapa kok harus mendengarkan Dhamma? Mendengarkan Dhamma itu salah satu cara untuk terbebas dari keragu-raguan.

2. Kalena Dhammasakaccha, kalau anda masih ragu-ragu ketika mendengar Dhamma, maka anda gunakan waktu anda untuk berdiskusi. Anda harus bertanya agar bisa mengerti bukan hanya mendengarkan. Kalau ndak begitu, anda akan terus ragu-ragu. Untuk belajar Dhamma memang tidak mudah. Dhamma hanya bisa diterima oleh para bijaksana. Dhamma memang tidak mudah untuk dipahami, maka dari itu anda harus bertanya. Inilah proses dimana anda belajar, mendengar lalu bertanya.

3. Kalena sammasana, memanfaatkan waktu untuk belajar ketenangan. Belajar Dhamma itu tidak mudah jadi kita butuh ketenangan. Kalau anda tidak paham caranya, dengarkan Dhamma, bertanya lah, ketahuilah cara mendapat ketenangan. Ketenangan itu mahal. Sebuah tempat tidur bukan jadi penentu mahalnya tapi ketenanganlah yang menjadi penentu.

Jangan karena anda risau, anda menemui Bhante untuk meminta gelang supaya tenang. Saking dipakai terus, gelang itu rusak, jangan sampai anda jadi kehilangan keyakinan. Memperoleh ketenangan bukan dengan cara tersebut. Anda harus menyadari bahwa hidup itu tidak hanya penuh liku-liku tapi juga luka-luka, maka anda butuh yang namanya ketenangan. Apapun kondisinya anda butuh fokus, maka belajarlah ketenangan. Anda mungkin pernah  menyerah, tapi jangan pernah berhenti belajar. 

4. Kalena vipassana, untuk memahami dan merasakan Dhamma, maka belajarlah Vipassana. Gunakan waktu kita untuk merenungkan 3 hal ini, apa yang muncul akan berkembang dan akhirnya padam. Kalau anda paham ini, anda akan tidak ragu-ragu untuk berbuat baik. Tidak bisa diganggu gugat, apa yang muncul akan berkembang dan akhirnya padam. Ingatlah hal ini supaya anda tidak ragu-ragu.

Untung rugi juga seperti itu, akan muncul, berkembang, dan padam. Matahari pun juga terbit pagi-pagi (muncul), siang  jam 12 berkembang, sore tenggelam (padam). Jadikan 3 corak itu sebagai keyakinan.

Dalam kehidupan anda sehari-hari, ketika anda beli handphone pertama kali, maka anda akan merasa senang, sampai suatu titik dimana rasa senang itu akan jadi biasa-biasa saja. Jangan mengeluh kalau anda selalu susah, sekarang susah, dulu pun susah. Ingat semua tidak ada yang mustahil. Anda kenal dengan mendiang Eka Cipta? Beliau adalah pendiri Sinar Mas, dia punya asuransi Sinar Mas, punya produk kertas Sinar Dunia. Dulu beliau cuman seorang pedagang kelontong, percaya ndak bisa berubah? Pedagang kelontong yang tidak membelenggu kemampuannya dengan keraguan bisa saja menjadi kaya. 

Jangan anggap rendah diri anda sendiri. Karena segala sesuatu terjadi karena proses. Manfaatkan waktu anda dengan mendengar, bertanya, hidup tenang, dan berlatih vipassana. Dari sanalah anda bisa hidup dengan bahagia tanpa keragu-raguan. Semoga dengan ulasan ini, kita bisa semakin bijak dan bahagia. Semoga semua makhluk hidup berbahagia. (Indra, 07-05-2019)

Komentar

Postingan Populer