Kejarlah, Milikilah, lalu Wariskanlah
"Jivatevapi sappanna, Api vittaparikkhaya.
Pannaya ca alabhena, Vittavapi na jivati.
Orang bijaksana tetap hidup bahkan jika ia harus kehilangan harta bendanya.
Tetapi orang yang memiliki harta benda tanpa kebijaksanaan, ia tidak hidup bahkan pada saat ini."
(Theragatha 499)
Selamat malam, sotthi hontu, ada beberapa waktu saya tidak menuliskan ulasan ulang dari ceramah yang telah dibawakan oleh pembicara. Masih dalam rangkaian acara SPD Yayasan Samaggi Viriya, hari Kamis 2 Mei dan Jumat 3 Mei 2019, Romo Selamat Rodjali mengisi dengan bahan yang luar biasa. Pada hari pertama beliau, mengajarkan teori dan praktik langsung metta bhavana bagi diri sendiri. Pemancaran metta bagi diri sendiri sangat bermanfaat. Selama lebih kurang satu setengah jam, beliau membimbing kami untuk rileksasi dan mempraktikkan pemancaran metta. Pada hari kedua, kali ini beliau membawakan topik yang tidak kalah bagus, yaitu tentang 7 harta mulia / satta ariya dhana. Sangat disayangkan hal bagus dan bermanfaat ini jika tidak dituliskan kembali lagi, demikian hal yang akan saya tuliskan, sebagai berikut:
Jika bicara soal kekayaan, tiada manusia di dunia ini yang tidak ingin hidup kaya. Punya banyak uang, punya banyak kendaraan, punya rumah, bisa makan enak, dan masih banyak lagi merupakan dambaan tiap manusia. Harta kekayaan tersebut bersifat duniawi. Suatu waktu, kekayaan tersebut bisa rusak, bisa hancur, bisa meninggalkan pemiliknya. Entah karena bangkrut, bencana alam, hutang, harta kekayaan duniawi bersifat sementara. Dengan kerja keras dan usaha yang tepat, manusia bisa meraihnya. Tapi tidak ada yang bisa dilakukan jika suatu waktu semuanya itu harus lenyap.
Sebagai umat Buddha, kita boleh menginginkan harta duniawi tersebut. Tetapi, perlu diingat ada harta kekayaan yang lebih berharga dari hal-hal duniawi tersebut. Harta ini tidak akan rapuh ataupun rusak jika anda mau terus merawatnya. Harta inilah sesungguhnya yang akan terus mengikuti kemanapun anda pergi dan berada. Harta ini pula yang sesungguhnya membawa anda kepada jalan kedamaian dan kebahagiaan. Harta ini bersifat mulia. Jumlahnya ada 7, sebagai berikut:
- Saddha (keyakinan)
Yang satu ini merupakan fondasi kita untuk mencapai harta mulia yang lain. Sebagai umat Buddha, kita memiliki kesempatan berharga untuk bisa memperoleh permata yang melebihi perhiasan duniawi. Bagaimana caranya? Caranya adalah kita harus yakin dengan Triratna yaitu Buddha, Dhamma, dan Sangha. Ketika kita yakin, disanalah kita bisa menghormati Triratna, mau mengikuti sifat-sifat agung Triratna, mau mempelajari dan mempraktikkan apa yang baik dari Triratna. Keyakinan itu begitu penting, namun perlu diawali dengan proses dan pembuktian, bukan serta merta menerima dengan membuta. Tapi, ada hal lain yang kadang dilupakan oleh sebagian besar umat, yaitu ketika kita telah yakin pada Triratna, berbeda dengan praktik yang kita jalani sehari-hari. Bisnis kita tidak berjalan dengan baik, kehidupan kita penuh keragu-raguan, semua ini bisa saja terjadi jika kita tidak memiliki keyakinan dalam menjalani kehidupan kita sehari-hari. Yakin pada Triratna sangat penting, tapi hendaklah kita pun yakin dalam menjalani hidup kita. Jika kita mampu yakin, jalan kita untuk mendapatkan harta mulia akan terbuka.
- Sila (moralitas)
Memahami dan menjalankan 5 moralitas bagi Umat Buddha seharusnya menjadi suatu prioritas. Ketika kita memiliki modal utama yaitu keyakinan yang didukung dengan kebijaksanaan, maka kita akan menjalankan sesuatu yang baik. Moralitas ada untuk membuat kita menjadi disiplin. Kita menjaga tindak tanduk kita dengan pancaran metta. Kita mampu memiliki usaha yang tepat agar kita tidak perlu mencuri. Kita mampu memiliki rasa puas, sehingga kita tidak perlu selingkuh atau mencari masalah dalam suatu hubungan. Kita bisa menahan diri untuk tidak mencoba minuman maupun makanan yang tidak sehat. Yang satu lagi berhubungan dengan ucapan. Yang satu ini kelihatannya mudah, yaitu tidak berbohong alias jujur. Namun, sebenarnya tidaklah semudah itu. Ketika anda mampu jujur, belum tentu anda berucap benar. Loo, kok bisa?
Simak contoh cerita ini, ada pasangan suami istri, ya anggap saja si suami bernama Andi, sang Istri bernama Sinta. Suatu ketika, si suami setelah pulang kerja mengunjungi sebuah cafe. Sesampainya dia disana, dia melihat sosok wanita yang begitu cantik. Menurut dia, si wanita ini dulunya tidak secantik itu. Setelah selesai makan, dia pun pulang ke rumah. Dia membawakan istrinya kue dan bercerita soal wanita cantik itu. Sang istri kurang menyukai apa yang diceritakan dan meninggalkan si suami masuk kamar tanpa memakan kue itu. Pertanyaannya, apakah si suami berkata bohong? Pastinya tidak. Tapi apakah itu benar atau tepat diucapkan? Kalau melihat konteksnya, tampaknya kurang tepat. Jujur memang jujur, tapi tidak seharusnya kejujuran itu diucapkan terutama kalau malah menyakiti orang lain.
Kalau kita mampu memahami Pancasila dan melakukan hal yang sesuai dengan Panca Dharma, maka jalan untuk kita mendapatkan harta mulia akan menjadi mudah. Kita terbiasa untuk melatih dan mengendalikan diri ntah dalam perbuatan, ucapan, maupun pikiran. Sederhananya, ketika kita berhasil mengendalikan ke-6 indera kita, hidup kita akan bermanfaat dan berbahagia sesuai dengan moralitas yang kita jalankan.
Jika kita telah mampu mendapatkan 2 harta mulia yang pertama ini saja serta mempertahankannya, maka bukan hanya harta mulia yang kita miliki, melainkan harta duniawi kita pun tidak akan hilang. Keyakinan mendukung moralitas kita.
- Hiri (malu berbuat jahat)
Ketika kita telah mampu mendisiplinkan diri kita dalam moralitas pada kehidupan sehari-hari, maka hiri akan muncul dalam diri kita. Berbuat jahat tidak akan menjadi pilihan anda karena anda merasa malu untuk berbuat jahat. Bukan malu ketika anda membantu orang lain, bukan malu ketika anda bisa datang ke vihara, bukan juga malu ketika anda bisa menemui orang yang bijaksana, melainkan malu ketika anda berbuat jahat. Bahkan sebelum anda berbuat atau berucap yang tidak baik pun, munculnya hal tidak baik dalam pikiran pun seharusnya membuat anda malu.
- Ottappa (takut akan akibat perbuatan jahat)
Kalau anda sudah bisa menyadari bahwa berbuat jahat tidak bermanfaat dan anda merasa malu, berarti anda pun seharusnya tahu akan akibat dari perbuatan jahat tersebut. Orang yang menuai kebajikkan, akan memperoleh buahnya yaitu kebahagiaan. Sebaliknya, bagi yang menuai keburukkan, akan mendapatkan penderitaan.
Malu berbuat jahat dan takut akan akibatnya akan semakin mempermudah anda mempertahankan harta surgawi dan bahkan bisa menambah harta duniawi anda.
- Bahusacca (banyak pengetahuan Dhamma)
Yang satu ini adalah harta mulia yang sangat bermanfaat bagi kita sebagai umat Buddha. Seperti seseorang yang ingin menjadi ahli dalam pekerjaannya, ia akan banyak membaca, mendengarkan, belajar dari pengalaman maupun orang lain. Ia akan terus melengkapi dirinya dengan ilmu yang sesuai dengan apa yang ingin dia capai. Begitu pula ketika kita ingin mendapatkan harta surgawi, bebas dari penderitaan, dan mencapai kesucian, anda harus paham caranya. Memahami caranya berarti anda harus belajar, membaca, mendengarkan, lalu mempraktikkan pengetahuan tersebut. Dengan bekal ini, anda akan lebih siap untuk memperoleh harta mulia yang tiada taranya yang bisa mengantarkan kita ke dalam kebahagiaan.
- Caga (kemurahan hati / kedermawanan)
Caga memiliki dua sisi yaitu sisi baik serta sisi buruk. Sisi buruk bisa saja terjadi jika anda salah dan belum memahami sifat-sifat caga yang bermanfaat. Caga bukan sekedar berdana. Caga memiliki 3 sifat agar sempurna. Yang pertama adalah sharing. Sebagai contoh, seorang istri akan senang jika suaminya mau menyempatkan waktu mendengarkan curhatannya. Namun, jika si suami tidak mau mendengarkan dan saling sharing maka mungkin saja timbul keretakkan dalam hubungan keluarga. Dalam hal ini pula, terdapat sifat caga yang tak kalah penting yaitu rela berkorban. Meluangkan waktu kita untuk mau mendengarkan keluh kesah orang lain merupakan pengorbanan yang merupakan sifat caga.
Caga akan lebih sempurna jika kita memiliki sifat yang terakhir yaitu tidak egois. Mungkin saja seseorang yang menceritakan masalahnya butuh teman atau solusi dalam masalahnya. Namun, kalau kita bersikap egois maka itu tidak akan membantu. Begitu pula, dalam hubungan anak dan orang tua, caga begitu penting. Sebagai orang tua, orang tua harus mau dan rela mendengarkan keluh kesah anaknya, dan kadang membantu mencarikan solusi. Sebagai anak pun, juga tidak boleh egois memaksakan kehendak kepada orang tuanya.
Sekali lagi caga yang tepat bukanlah hanya sekedar berdana. Orang bisa saja memberikan sesuatu kepada orang lain. Namun jika tidak ada rasa ikhlas, rasa kerelaan, mau berkorban, dan tidak egois, maka semua itu tidaklah bermanfaat baik bagi diri kita maupun orang lain. Kemurahan hati tidak hanya dalam memberi, bahkan pada tingkatan yang lebih tinggi ada saatnya kita rela mengorbankan diri kita demi keselamatan orang lain atau makhluk lain. Memang tampak sulit untuk dilakukan, namun percayalah Sang Buddha dalam berbagai kehidupan lampaunya selama masih menjadi Bodhisatva telah menunjukkan bahwa pengorbanan tertinggi bisa dilakukan dengan kerelaan dan perasaan bahagia. Jika anda mampu mengembangkan caga sesuai dengan sifatnya, maka harta mulia itu pasti bisa anda dapatkan.
- Panna (kebijaksanaan)
Seberapa banyak harta duniawi bisa saja habis jika kita tidak bijaksana dalam memanfaatkannya. Begitu pula, jika kita tidak bijaksana dalam hidup kita, maka mungkin saja kita tidak bisa melengkapi ke-7 harta mulia ini. Kebijaksanaan dalam hal ini bekerja sebagai pelindung. Namun bagaimana kita mendeskripsikan kebijaksanaan tersebut? Bijaksana itu artinya tahu mana yang benar mana yang salah. Bijaksana berarti tahu sebab dan akibatnya. Selain itu, tahu mana yang bermanfaat mana yang tidak. Tidak terkecuali ketika kita bekerja, dengan kebijaksanaan kita tahu dan paham kapan saatnya kita bekerja dan beristirahat. Yang jangan sampai terlupakan, yaitu tahu apa kelebihan dan kekurangan kita sehingga mampu memaksimalkan apa yang kita miliki. Kebijaksanaan mampu kita dapatkan dengan belajar dari Sutta atau ulasan Dhamma, dan juga meditasi.
Sang Buddha mengajarkan kita untuk berupaya mengejar 7 harta mulia tersebut. Kejar dengan usaha yang tepat, miliki, dan lindungi dengan kebijaksanaan. Tidak hanya berhenti disana, setelah anda berhasil memperolehnya dan merasa bahagia, wariskan sattha ariya dhana ini kepada keturunan anda supaya kelak mereka pun hidup bermanfaat dan bahagia. Harta duniawi bisa saja habis. Namun dengan 7 harta mulia ini, anda bisa melengkapi diri anda dengan harta surgawi dan bahkan kembali memilik harta duniawi yang cukup.
Sebelum saya menutup ulasan ulang ini, pertanyaannya ketika kita belum memilik keyakinan yang kuat, belum mampu melengkapi moralitas, dan belum memiliki kebijaksanaan yang baik, bagaimana kita bisa melengkapi harta mulia tersebut? Yang harus kita lakukan yang pasti yaitu berkumpul dengan komunitas yang baik dan bermanfaat yang menjalankan sila, memiliki keyakinan yang tepat. Selain itu, kita bisa menjalankan Pancasila dengan memahami dan menerapkan Panca Dharma. Selain itu, yang pasti kita bisa belajar menambah pengetahuan Dhamma kita melalui diskusi, mendengarkan ulasan Dhamma, belajar dari pengalaman, dan mau terus mempraktikkannya. Yang terakhir yang pasti adalah dengan bermeditasi.
Manusia yang dikatakan miskin dalam harta duniawi, jika mampu memiliki ketujuh faktor ini, maka ia bisa dikatakan orang yang kaya. Hidupnya penuh kebajikkan, penuh dengan manfaat, tidak mementingkan diri sendiri. Maka, kejarlah, milikilah, dan lindungilah ketujuh kekayaan mulia tersebut. Ketika sudah tercapai, wariskanlah kepada anak cucu kita, supaya kebahagiaan dan jalan menuju kesucian bisa tercapai. Demikian yang bisa saya sampaikan, semoga semua makhluk hidup berbahagia...(Indra, 3-5-2019)
Komentar
Posting Komentar