Hormatilah Siapapun Yang Jauh Lebih Tua dari Dirimu
Selamat pagi, sotthi hontu sahabat-sahabat dalam Dhamma, perkenankan saya untuk sedikit berbagi sharing tentang manfaat luar biasa bagi kita yang hidup dengan menghormati yang lebih tua. Ya, kali ini saya tidak nengulas ulang apa yang saya dengarkan dari pembicara, tapi sebaliknya mensharingkan sedikit pemahaman saya dari salah satu syair Sutta yang sering kita baca. Kita awali dengan satu pertanyaan penting di bawah ini:
"Siapa yang bisa mengondisikan para sanak keluarga kita yg telah tiada untuk bisa terlahir kembali di alam yg bahagia? Siapakah juga yang bisa mengondisikan diri kita ini untuk beroleh usia panjang?"
Jawabannya sama, tidak lain hanyalah kita yang masih hidup...dengan cara bagaimana? Apakah hanya dalam acara Pattidana atau Pelimpahan jasa kah?
Tidak hanya melalui acara pelimpahan jasa, kita bisa melimpahkan jasa dalam keseharian kita dengan mengondisikan diri untuk selalu berbuat baik dan benar plus bermanfaat bagi banyak orang, salah satunya berdana, melimpahkan jasa sama dengan mendanakan pupukan kebajikan yg kita kumpulkan, persembahan berupa buah dan makanan hanya sebagai pelengkap...
Dalam salah satu Paritta dan juga dalam ANGUTTARA NIKAYA I : 66 kita mungkin pernah membaca tulisan 'Ayu Vanno Sukham Balam'...yang dimana dapat diartikan sebagai berikut:
Ayu: usia panjang
Vanno: Kerupawanan
Sukham: Kebahagiaan
Balam: Kekayaan / Kekuasaan
Dengan mengondisikan diri untuk mau berdana, bukan berarti apa yg kita miliki selalu harus berkurang, kita berarti memiliki kerelaan untuk melepas apa yg kita miliki bagi kebaikan makhluk hidup.
Dengan mendanakan materi, secara duniawi materi itu akan berkurang, tapi di lain hal kebajikan yang kita lakukan sangat bermanfaat bagi orang lain baik yang masih hidup maupun yg telah tiada.
Dengan mendanakan ilmu dan tenaga, kita membagi kebaikan bagi orang lain, kita membantu mencerahkan masa depan orang lain, dan dari pengalaman itu kita bisa belajar juga dari orang lain.
Sekali lagi, berdana tidak harus berupa materi, yang terpenting adalah kerelaan. Kepada orang yang lebih tua pun, kita juga hendaknya memiliki kerelaan untuk menghormati, memberikan senyuman, tenaga, berbagi ilmu, karena manfaat dari semua hal ini sangatlah besar bagi kita yang masih hidup. Senyuman mungkin sifatnya hanya sementara, tapi keindahan yang dipancarkan bisa menjadi kenangan tersendiri. Begitu pula dengan ilmu, tenaga, dan hal baik lainnya yang akan selalu terkenang dalam benak orang lain.
Ada sebuah kisah pembuktian bahwa dengan kerelaan menghormati yang lebih tua dapat membawa manfaat yang luar biasa, seperti berikut ini:
Kisah Ayuvaddhanakumara
Suatu waktu terdapat dua orang pertapa yang tinggal bersama, mempraktekkan pertapaan yang keras (tapacaranam) selama bertahun-tahun lamanya. Kemudian, satu di antara dua pertapa itu meninggalkan kehidupan bertapa dan menikah. Setelah seorang anak laki-lakinya lahir, keluarga tersebut mengunjungi pertapa tua temannya dan memberi hormat kepadanya. Kepada kedua orang tua anak itu, sang pertapa berkata "Semoga kalian panjang umur", tetapi dia tidak berkata apa-apa kepada si anak.
Kedua orang tua tersebut bingung dan menanyakan kepada pertapa, apakah alasannya ia tidak berkata apa-apa kepada anak itu. Sang pertapa berkata kepada mereka bahwa anak tersebut hanya akan hidup tujuh hari lagi dan ia tidak tahu bagaimana untuk mencegah kematiannya, tetapi Buddha Gotama mungkin tahu bagaimana cara mencegahnya.
Kemudian orang tua tersebut membawa anaknya menghadap Sang Buddha, ketika mereka memberi hormat kepada Sang Buddha, Beliau juga berkata "Semoga kalian panjang umur" hanya kepada kedua orang tua itu dan tidak kepada anaknya. Sang Buddha juga memperkirakan kematian akan datang pada anak itu. Untuk mencegah kematiannya, Sang Buddha berkata kepada orang tua itu agar mereka membangun paviliun di depan pintu masuk rumahnya dan meletakkan anak tersebut pada dipan di dalam paviliun.
Kemudian beberapa bhikkhu diundang ke sana untuk membaca paritta selama tujuh hari. Pada hari ketujuh Sang Buddha sendiri datang ke paviliun itu. Para dewa dari seluruh alam semesta juga datang. Pada waktu itu raksasa Avaruddhaka berada di pintu masuk, menunggu kesempatan membawa anak itu pergi. Tetapi kedatangan para dewa menyebabkan raksasa tersebut hanya dapat menunggu di suatu tempat yang jauhnya 2 yojana dari anak tersebut. Sepanjang malam, pembacaan paritta dilaksanakan tanpa henti, sehingga melindungi anak tersebut. Hari berikutnya, anak tersebut diambil dari dipan dan melakukan penghormatan kepada Sang Buddha. Pada kesempatan itu, Sang Buddha berkata "Semoga kamu panjang umur" kepada anak tersebut. Ketika ditanya berapa lama anak tersebut akan hidup, Sang Buddha menjawab bahwa ia akan hidup selama seratus dua puluh tahun. Kemudian anak itu diberi nama Ayuvaddhana.
Ketika anak tersebut remaja, ia pergi berkeliling negeri dengan disertai lima ratus orang pengikut. Suatu hari mereka datang ke Vihara Jetavana, para bhikkhu mengenalinya, dan bertanya kepada Sang Buddha, "Dengan melaksanakan apa seseorang bisa berumur panjang?" Sang Buddha menjawab, "Dengan menghormati dan menghargai yang lebih tua, yang memiliki kebijaksanaan serta kesucian, niscaya seseorang akan memperoleh tidak hanya umur panjang, tetapi juga keindahan, kebahagiaan, dan kekuatan."
Kemudian Sang Buddha membabarkan syair 109 berikut:
"Abhivadanasilissa
niccam vuddhapacayino
cattaro dhamma vaddhanti
ayu vanno sukham balam."
Ia yang selalu menghormati dan menghargai orang yang lebih tua,
kelak akan memperoleh empat hal, yaitu:
umur panjang, kecantikan, kebahagiaan, dan kekuatan.
Komentar
Posting Komentar