Kamma dan Fungsinya
"Sesuai benih yang ditabur, demikian pulalah benih yang dituai.
Penabur kebajikkan akan menuai kebahagiaan,
Begitu sebaliknya, penuai kejahatan akan menuai penderitaan."
(Samyutta Nikaya I : 293)
Baru saja saya kembali mendapatkan kesempatan untuk mendengarkan Dhammadesana dalam rangkaian acara Sebulan Pendalaman Dhamma. Malam ini, Bhante Atthadhiro Thera yang membawakan Dhammadesana dengan topik kamma beserta fungsinya. SPD merupakan kesempatan terbaik bagi kita untuk belajar dan berlatih. Ketika kita sering mendengarkan Dhamma, diharapkan dari sana pula keyakinan kita kepada Tiratana semakin kuat. Dan yang terpenting, kita mau mempraktikkan semuanya dalam kehidupan sehari-hari. Inilah ulasan yang bisa saya tuliskan dari apa yang telah disampaikan Bhante:
Kamma diartikan sebagai perbuatan. Perbuatan yang kita lakukan baik ataupun buruk pasti membuahkan hasil (kamma-vipaka). Dalam Dhamma, terdapat satu istilah akariya yang artinya tidak melakukan sesuatu. Jika tidak melakukan sesuatu, pastinya tidak akan ada buah yang dapat kita tuai. Apa penyebab seseorang tidak melakukan sesuatu? Ternyata, ada 3 pandangan keliru (akariya ditthi) yang menyebabkan seseorang tidak melakukan sesuatu yang tertulis dalam Anguttara Nikaya, Tikanipata, yaitu sebagai berikut:
Pubbekata-hetu-ditthi, dimana seseorang berpandangan bahwa segala sesuatu yang dialami sekarang ini disebabkan hanya oleh perbuatan lampau. Dari anggapan ini, seseorang jadi berpikir apa sih gunanya melakukan sesuatu saat ini kalau tidak ada pengaruhnya, toh masa lalu yang menjadi kunci. Orang menjadi malas, menjadi acuh, tidak ada semangat dalam berbuat karena menurutnya tidak ada pengaruh apa-apa. Boro-boro berbuat jahat, orang begini saja bisa berpikir buat apa berbuat baik toh yang dilakukan sekarang tidak ada efeknya. Orang yang begini kasihan karena terbelenggu dengan masa lalu. Semua dihubungkan masa lalu. Bagi yang benar-benar memahami Dhamma, jangan sampai punya pandangan begitu.
Issaranimmana-hetu-ditthi, yang berpandangan bahwa segala sesuatu yang dialami sekarang ini sudah ada pengaturnya / penciptanya. Maka, yang dilakukan orang yang berpandangan ini ya pasrah. Toh, udah ada yang mengatur. Pingin sukses, pasrah nanti juga pasti diaturkan. Pikirannya semua itu sudah digariskan oleh sang sutradara. Mau gimana hidupnya, sudah ada sang sutradaranya yang menggariskan. Hidup susah, makan susah, punya pasangan susah, mau gimana lagi sudah ada yang mengatur.
Ahetu-appaccaya-ditthi, yang berpandangan bahwa segala sesuatu yang dialami sekarang ini tidak disebabkan atau dikondisikan, melainkan ada dengan sendirinya. Mau kaya ya biarin ntar juga kaya sendiri. Orang kurang baik pun menurut anda kalau ke vihara juga pasti sadar sendiri. Kesadaran itu padahal juga ada prosesnya.
Kalau kita tidak mau melepaskan diri dari pandangan-pandangan semacam ini, maka kita menjadi enggan untuk berbuat baik. Padahal kita tahu kan kalau hidup itu sulit, ada penderitaan. Bayangkan saja kalau kita tidak pernah berbuat baik, apakah hidup bisa berubah jadi mudah? Dalam ajaran Sang Buddha, Sang Buddha berkata bahwa apa yang kita terima itu adalah hasil dari kita menanam. Bahagia atau menderita itu adalah hasil dari baik atau buruk. Semua yang kita terima bergantung dari apa yang kita tanam pada masa lalu dan saat ini. Kalau anda cuma menerima yang dari masa lalu, anda berarti sudah terbelenggu pubbekata-hetu-ditthi. Tapi, mana yang terbaik saat ini atau masa lalu? Yang terbaik tetap saat ini. Anda berbuat baik dari saat ini. Ingin mengontrol batin ya bermeditasilah saat ini. Kalau kita mau mengembangkan yang baik, meninggalkan yang buruk, ya mulailah dari saat ini.
Semua perbuatan disebut kamma, dan hasilnya disebut vipaka, hanya jika ada niat di dalamnya. Kamma sifatnya jelas, tidak ada yang abu-abu. Kalau anda berbuat baik ya niatnya jelas cuman berbuat baik. Kalau berbuat jahat ya niatnya jelas berbuat jahat. Maka jangan bilang dengan lantang saya mencuri demi kebaikkan. Tidak ada yang begitu, mencuri ya hal buruk, kebaikkan ya kebaikkan. Begitu juga kalau berbohong tidak ada namanya berbohong untuk kebaikkan. Kamma itu jelas.
Kamma yang kita perbuat itu ada fungsinya. Fungsinya ada 4, yaitu sebagai berikut:
1. Janaka-kamma atau kamma sebagai penghasil. Dalam Culakamma-vibhanga, disebutkan bahwa apa yang ditanam, itulah yang akan dipetik. Inilah uraian tentang janaka-kamma. Jika kita saat ini belum bisa menuai hasil dari kamma kita, ya karena belum munculnya janaka kamma. Kalau kita mengeluh, saya sudah berdana kok belum ada dapat apa-apa, itu kurang tepat. Karena apa yang kita tanam, pasti akan kita tuai. Walaupun baru bisa berdana sedikit pun, pasti kita tuai.
Orang yang kaya karena dia suka memberi. Orang berbuat baik ditentukan oleh intensitas. Kalau semakin sering memberi, maka anda akan semakin banyak menanam. Maka dalam Dhammapada dijelaskan hendaknya ketika seseorang berbuat baik selalu diulangi untuk membentuk kebiasaan. Dari sanalah, fungsi janaka bekerja. Orang yang selalu memberi akan menerima. Orang yang tidak pernah memberi tidak akan menerima apa-apa. Orang yang tidak pernah membunuh akan berusia panjang. Orang yang suka membunuh akan berusia pendek.
Orang yang selalu menghormati orang lain yang layak dihormati, akan terlahir kembali di keluarga yang terhormat. Sebaliknya, orang yang tidak mau menghormati yang layak dihormati, akan terlahir di keluarga yang tidak terhormat. Orang pandai pun juga ada penyebabnya. Orang yang banyak pengikut disebabkan ia sering mengajak. Yang terpenting, adalah kita selalu menanam hal baik supaya dihasilkan buah yang baik pula.
Kita ini memiliki tujuan untuk terlepas dari rantai tumimbal lahir makanya kita hendaknya selalu berbuat baik. Masalahnya, kita selalu transit sebelum sampai terbebas. Ibarat anda menebang pohon tanpa nyabut akarnya, maka bisa tumbuh tunas baru. Proses kehidupan kita, lahir, tumbuh, dewasa, tua, sakit, mati, karena akar belum dicabut kita terus terlahir dengan proses begitu. Sangat melelahkan ibarat anda ingin ke Eropa dari kota Malang tanpa bekal apapun.
Dari Malang anda harus ke Jakarta dulu, terus ke Singapore, terus ke Uni Emirat Arab, baru ke Eropa, prosesnya melelahkan. Apalagi kalau anda ndak bawa perbekalan. Kalau anda punya perbekalan, anda akan tetap sampai ke tujuan tapi lebih mudah prosesnya dan tidak terlalu melelahkan. Tanpa pembekalan, kita hanya mampu menunggu tanpa tahu harus berbuat apa. Maka dari itu, kita harus terus berbuat baik, berbuat baik, supaya ada bekal. Padamkan tanha dan kebodohan batin, supaya anda tidak perlu nyasar ke tempat lain lagi. Maka selalu bersiaplah menanam kebaikkan, parami. Melihat orang berhasil, anda turut senang, bukan iri bukan pula marah sehingga merugikan orang lain. Selama ada niat, janaka-kamma akan bekerja sebagai penghasil. Kapan harus mulai dilakukan? Ya, saat ini.
2. Upatthambhaka Kamma, adalah kamma yang berfungsi untuk pendukung. Mendukung apa? Mendukung yang sekarang, tergantung baik atau buruk. Mau yang baik, ya dukunglah dengan yang baik. Kalau mau yang buruk, ya dukunglah dengan yang buruk. Kamma tidak pernah tebang pilih, mana yang anda pilih itulah yang akan didukung paling kuat.
Ada suatu cerita dimana sekelompok Bhikkhu berpindapatta lewat di depan rumah mertua Visakha. Si mertua tidak mau berdana, maka Visakha berkata oh para pertapa, hari ini tidak ada nasi, adanya nasi basi. Si mertua tersinggung, kok bisa nasi basi? Basi disini maksudnya hasil dari yang sudah lewat. Ya karena, nasi nya tidak digunakan sebagai pendukung kamma baik. Maka dari itu kita harus selalu menjaga pikiran, menjaga ucapan, fungsinya ya untuk mendukung kebaikkan.
3. Upapilaka Kamma, yaitu kamma yang fungsinya sebaliknya yaitu menekan bukan mendukung. Seperti apa? Misal ketika kita susah, apa yang harus kita lakukan supaya susah itu tidak berkelanjutan? Ada 2 pilihan, yang pertama kita bisa mendukungnya atau menekannya. Kalau kita dukung ya berarti kita akan semakin susah. Kalau kita tekan, ya kita bisa melakukan hal yang lebih baik supaya tidak susah. Itulah yang dimaksudkan dengan ditekan. Kalau kita sakit-sakitan apa yang bisa kita lakukan? Apakah semakin diperparah atau diangkat dan dilepas? Maka dari itu ada budaya fangsheng atau melepas, atau inilah sebenarnya fungsi kamma penekan.
Kalau ada seseorang tidak punya apa-apa, apa yang harus dilakukan? Tetap memberi. Loo tidak punya apa-apa kok disuruh memberi? Karena ketidaktahuan akan hukum Kamma, ada orang yang tidak punya apa-apa tidak memberi tapi mencuri. Kalau anda punya pengertian yang benar, ketika kita tidak punya apa-apa maka kita berusaha memberi supaya kita bisa menerima.
Dalam Samyutta Nikaya, pada Lona Sutta, ada perumpamaan tentang garam di dalam air. Supaya air itu tidak terlalu asin, maka airnya ditambah. Kalau anda pakai kamma pendukung, maka anda akan menambahkan garam ke dalam air dan menjadi tambah asin. Ketika anda mengetahui kekurangan anda, apa yang akan anda lakukan? Ditekan atau didukung? Yang benar ditekan. Ditekan dengan apa? Ditekan dengan dana, sila, samadhi. Kalau saya terus berbuat yang tidak baik dan merasa tidak nyaman, harus bagaimana? Meditasilah. Tekanlah dengan hal baik supaya kejahatan tidak dilakukan.
4. Upaghataka Kamma, adalah kamma sebagai pemotong. Kok bisa begitu ya? Simak contoh berikut, ada seorang anak di vihara, punya cita-cita pingin jadi sukses. Ia rajin ke vihara, rajin puja bakti bermeditasi. Sayangnya, ia kurang mampu. Suatu saat di vihara ada pengumuman beasiswa. Ia adalah anak baik jadi sama pengurus vihara dibantu, masuk dapat beasiswanya. Kamma baik buat anak itu. Ketika bersekolah ia aktif, rajin, ia rajin mimpin puja bakti, rajin ikut baca paritta di tempat duka, dll. Kamma baiknya menghasilkan. Setelah lulus, ia dapat kesempatan masuk seleksi CPNS. Eh, untung lagi disana ada orang-orang vihara. Alhasil, wawancara nya lulus, ia diterima di CPNS karena ada orang-orang vihara yang kenal dia. Eh, kamma baiknya masih berbuah karena kerjanya baik, ia promosi jadi pembimas ke Jakarta. Kamma baik lagi kan? Sudah jadi pembimas dengan baik, ia promosi ke pusat. Di pusat ia dapat tugas baru, ngurusin anggaran. Dari anggaran ia dapat proyek. Karena berhubungan dengan anggaran, ia korupsi.
Awalnya semuanya baik kan, tapi ternyata belakangnya ia salah langkah. Jadi, kamma baik pun suatu ketika bisa terpotong karena suatu kondisi. Jangan kira ketika anda terus berbuat baik, anda sudah tenang. Ada kondisi buat memotongnya. Ibarat orang pacaran, makan semangkok berdua, minum segelas sedotan untuk berdua. Nikah, berkeluarga timbul masalah di saat reunian. Si suami tidak membawa istrinya ketemu cewek cantik yang naksir. Dulu cowok ini cuman naik motor roda 2, sekarang karena kebaikkan ganti naik roda 4, siapa yang tidak tertarik? Inilah yang bisa terjadi bagi perumah tangga.
Maka perlu diingat satu perumpamaan ini, bagi perumah tangga, makin terang lampu, makin banyak serangga yang hinggap. Semakin terang hal-hal yang tidak dikehendaki, kalau tidak ada hal-hal bajik yang bisa menahan, itu bisa berbahaya. Maka, jangan pernah berhenti berbuat baik terus menerus, karena ada kondisi yang bisa memotong kamma. Ingat perumpamaan rumah tangga anda, semakin terang lampunya, semakin banyak serangganya. Sebaik-baiknya seseorang berbuat baik, kalau tanpa kehati-hatian, maka kamma baik itu bisa terpotong. Jangan pernah meremehkan perbuatan buruk yang anda lakukan. Jangan bangga kalau anda hanya tidak berbuat buruk waktu di vihara. Kita tidak tahu dalam kehidupan sehari-hari apa yang kita hadapi, dan bagaimana keyakinan kita, kecuali setiap saat anda membawa buku Paritta.
Jangan bermeditasi untuk mengharapkan sesuatu, mungkin bisa saja muncul wangsit nomor, tapi hati-hati bisa saja meleset dan mungkin menimbulkan penderitaan. Maka sadarilah, bahwa kamma memiliki 4 fungsi, ada yang sebagai penghasil, pendukung, penekan, dan juga ada yang sebagai pemotong. Dari hal ini, maka jangan separuh hati dalam berbuat baik. Jangan hadir di vihara dengan setengah hati. Berbuatlah sesuatu dengan penuh keyakinan bahwa apa yang akan saya tanam akan saya warisi, ntah itu baik atau buruk. Kalau kita berbuat baik, kita akan mendapatkan yang baik. Kalau kita berbuat jahat, yang kita dapat pasti penderitaan.
Maka jangan pernah ragu-ragu dalam berbuat baik sehingga kita bisa hidup dengan baik pada saat ini dan pada kehidupan selanjutnya. Lakukan yang terbaik sehingga bermanfaat untuk diri sendiri, orang lain, dan semua makhluk. Semoga semua makhluk hidup berbahagia. (Indra - 06 Mei 2019)
Sebelumnya saya masih tidak paham dengan pubbekata hetu ditthi. Berkat paragraf yang anda buat, saya jadi memahaminya. Terima kasih.
BalasHapus