Menderita atau Bahagia Ditentukan oleh Diri Sendiri

"Janganlah melihat apa yang sudah dan apa yang belum dilakukan oleh orang lain,
Tetapi lihatlah apa yang sudah dan apa yang belum dilakukan oleh diri sendiri.
Oleh diri sendiri kejahatan dilakukan,
Oleh diri sendiri kejahatan tidak dilakukan.
Oleh diri sendiri seseorang menjadi suci,
Suci dan tidak suci tergantung pada diri sendiri."

SPD hari ke-6 di Yayasan Samaggi Viriya Malang telah dilaksanakan. Kali ini yang mengisi Dhammadesana ialah Bhante Tejapunno Mahathera. Beliau membuka dhammadesananya dengan kalimat-kalimat di atas. Topik yang dibawakan beliau adalah mengenai menderita dan bahagianya diri kita bukan tergantung pada orang lain melainkan pada diri kita sendiri. Kembali, saya akan sedikit mengulas apa yang telah disampaikan oleh Bhante, sebagai berikut:

SPD adalah kesempatan besar bagi kita, umat Buddha, untuk bertemu dengan banyak pembicara untuk bisa mendengarkan Dhamma. Namun, tanpa dipraktikkan Dhamma yang kita dengar kurang sempurna. Melalui Dhamma kita bisa mendapatkan kebahagiaan. Kebahagiaan itu akan sempurna jika kita telah berupaya dengan baik dengan mempraktikkan pemahaman Dhamma tersebut. Tanpa semua itu Dhamma menjadi kurang bermanfaat.

Segala sesuatu adalah kumpulan proses. Awalnya pasti kita tidak tahu apa-apa, setelah mengenal sedikit atau banyak Dhamma, kita jadi tahu, kita memahaminya, dan kita hendaknya mempraktikannya. Sekarang menuju ke topik utama, menderita atau bahagianya kita adalah dari diri kita sendiri. Orang lain tidak bisa membuat hidup kita menderita. Begitu pula, orang lain tak bisa membuat hidup kita bahagia. Yang menjadi penentu semua itu tak lain tak bukan adalah diri kita sendiri.

Bagaimana kita bisa lebih memahami akan hal itu? Pastinya dengan memahami dan mempraktikkan Dhamma. Orang yang tak mengenal dan memahami Dhamma itu ibarat orang buta yang tidak paham akan tujuannya. Semua tahu bahwa hidupnya ingin bahagia, tapi banyak yang belum paham bahagia itu seperti apa. Maka dari itulah, dengan mengenal Dhamma, kita bisa mengikis keragu-raguan yang ada dalam diri kita. Maka hanya sekedar tahu itu kurang jika kita belum bisa mempraktikannya. Dengan mempraktikkan terus-menerus maka manfaatnya akan ada bagi kita.

Setiap orang memiliki dua sisi, kalau ada baiknya juga pasti ada buruknya. Permasalahannya, jika seseorang memiliki kebaikkan dan juga keburukkan, dalam hidupnya pasti ia juga merasakan penderitaan. Jika dalam hidupnya lebih banyak keburukkan daripada kebaikkannya, maka ia akan selalu merasa menderita. Lalu bagaimana caranya mendapatkan kebahagiaan itu? Lakukan kebaikkan dengan rasa bahagia untuk mendapatkan kebahagiaan. Orang banyak kali lupa untuk berbahagia dulu pada saat melakukan kebaikkan.

Menderita atau buah karma yang kita dapatkan itu adalah dari kita sendiri. Sang Buddha pernah berkata, ketika manusia mampu berbuat kebaikkan, ia bahagia dalam hidup ini dan ketika dia meninggal ia juga akan bahagia. Begitu pula sebaliknya, hidup sekarang menderita maka setelah meninggal pun juga akan menderita. Itulah hasil dari keburukkan. Begitu kita tahu bahwa penderitaan dan kebahagiaan itu tergantung diri kita sendiri, maka syukuri, manfaatkanlah sebaik-baiknya kita bisa terlahir di alam manusia. Kalau anda terpaksa terlahir di alam menderita, tidak ada kesempatan bagi kita untuk belajar Dhamma. Hal itu akan sayang sekali. Contohnya, kalau kita terlahir sebagai binatang, misal kucing, kucing bisa tinggal di vihara, punya pikiran ingin mendengarkan Dhamma, tapi pada akhirnya malah diusir, diomelin, kasihan sekali. Walaupun ia disayang, diberi makanan, dielus, tak ada kesempatan bagi binatang untuk mencapai tingkat-tingkat kesucian.

Bagi manusia yang mungkin dulunya buruk, jika ia mau ke vihara, ia mau memperbaiki diri, berbahagialah kita, dukung dia untuk berbuat baik. Kebahagiaan tidak memandang status, tidak memandang siapa yang bisa mendapatkan. Seperti salah satu murid Sang Buddha, yaitu Bhikkhu Upali. Ia dulunya cuman seorang tukang cukur kerajaan. Pada saat ia melihat Sang Buddha, ia ingin mengikuti Sang Buddha sebagai Bhikkhu, para Pangeran juga ikut-ikutan ingin menjadi bhikkhu. Karena keyakinan yang tinggi, ingin berbuat baik dengan bahagia, maka Upali yang hanya seorang tukang cukur, mampu mencapai tingkat kesucian tertinggi dulu. Maka dari itu kebahagiaan hadir bagi diri kita masing-masing bukan melihat status, ataupun kedudukkan kita.

Alangkah sia-sianya hidup kita, jika kita lebih mengutamakan kesibukkan kita untuk melupakan kesempatan kita untuk berbuat kebaikkan dengan belajar Dhamma. Jika kita sudah memiliki saddha, viriya, sati, samadhi, dan panna, maka kita harus bisa memanfaatkan hal baik tersebut untuk selalu berbuat baik. Kita berusaha sekolah atau kuliah, supaya kita pandai. Tapi tidak sedikit orang pandai juga masih memohon-mohon, berdoa untuk mendapatkan segala sesuatu yang diinginkan. Namun, hidup bukan sebatas itu. Kita harus bisa memanfaatkan waktu untuk memperbaiki batin kita, mengubah apa yang jelek menjadi baik. Jangan sampai kita menggunakan berbagai cara yang kurang tepat untuk berbuat baik atau memaksakan berbuat baik.

Salah satu hal yang mudah dilakukan adalah berdana. Berdanalah dengan baik setiap hari. Danam dadantu sadhaya. Coba bandingkan 2 kondisi ini. Ada manusia yang sukanya berdana langsung dalam jumlah besar sekali setahun. Ada yang berdana cuman kecil tapi setiap hari. Mana yang benar, mana yang salah? Dua-duanya sebenarnya benar. Tapi kalau melihat pengembangan batinnya, yang contoh kedua lebih bermanfaat dan tepat. Kita mengharuskan diri berbuat baik walau kecil tapi terus-menerus yang akhirnya menjadi suatu kebiasaan.

Hidup di alam manusia itu adalah alam yang menguntungkan. Kalau setelah kematian anda masuk surga, itulah kehidupan yang membahagiakan bukan menguntungkan. Memang anda merasa bahagia luar biasa di alam surga, tapi ada juga dewa yang salah pandang merasa kalau hidupnya kekal abadi. Mengapa kok alam manusia menguntungkan? Karena dengan menjadi manusia, anda bisa mendengarkan Dhamma, memilik kesadaran akan adanya anicca, terus melatih diri dengan praktik. Anda tidak lengah karena menikmati enaknya kebahagiaan yang tampaknya abadi. Nikmatnya hal-hal itu bisa membuat anda lengah tidak mau melatih diri.

Berdasarkan perbuatan dan sifat-sifat manusia, Sang Buddha mengkategorikan manusia ke dalam 4 kondisi:

-Dari gelap menuju gelap. Ini adalah kondisi seseorang yang terlahir dalam kondisi yang kurang baik tapi tetap tidak mau berbuat baik untuk menjadi lebih baik.

-Dari gelap menuju terang. Ada juga yang hidupnya kurang baik, karena adanya kamma baik dan atas usahanya, ia mampu berubah dalam kondisi yang lebih baik.

-Dari terang menuju gelap. Ada orang yang terlahir di kondisi yang enak, uangnya banyak, dll. Tapi ketika besar dia tidak mampu menjaga hartanya, ia habis-habiskan sampai rugi, berhutang, dll.

-Dari terang menuju terang. Ada orang pandai yang bisa mengondisikan kebaikkan dalam hidupnya menjadi kebahagiaan yang lebih baik dengan selalu berbuat baik.

Bagaimana cara membangun mind-set untuk mengembangkan kebahagiaan yang lebih besar? Jangan terlena akan kebahagiaan atas materi yang kita miliki. Sebenarnya, apa yang telah kita danakan, itulah yang menjadi milik kita. Materi seperti harta benda bukan jaminan bagi kita untuk mempertahankan kebahagiaan bahkan mengembangkan kebahagiaan yang lebih besar. Hanya dengan berdana dan melakukan hal-hal baik, kita bisa berbahagia dan menuju hidup yang lebih baik lagi. Selama kita tidak bisa menemukan cara memotong rantai kehidupan kita, kita akan selalu berputar-putar di 31 alam kehidupan. Hanya dengan terus mengondisikan kehidupan menjadi lebih baiklah, suatu saat kita akan menjadi pemenang yang berhasil memotong rantai tersebut.

Sayangnya, masih ada orang yang menyerah dulu sebelum berperang. Perlu diingat bahwa Sang Buddha tidak akan mengajarkan Dhamma jika tidak ada yang mampu menerima dan memahami Dhamma tersebut. Dhamma mampu dipahami dan bisa dipraktikkan. Yang perlu menjadi kewajiban anda adalah bertanya kepada diri anda sendiri, sudahkah saya berbuat baik hari ini? Jika belum, beranilah anda untuk meluangkan waktu anda untuk berbuat baik terus dan menerus. Jangan sampai kita harus menderita dalam lingkaran 31 alam kehidupan. Pakailah alat yang tepat salah satunya keyakinan. Jangan sampai karena kesalahan pandangan dalam keyakinan, membuat anda menjadi lebih menderita. Jangan sampai anda tertipu dengan kondisi yang enak sebagai kebahagiaan. Yakinlah kita bisa, kita mampu untuk terus berbuat baik. Ingat Dhamma diajarkan bukan karena tidak ada yang bisa memahaminya. Selama kita masih hidup, bernapaslah dengan kebajikkan mulai dari saat ini.

Ibarat air ketika dicampur minyak, tidak akan pernah tercampur. Sifatnya sama-sama cair, tapi tidak akan pernah bisa tercampur. Jangan pernah memaksakan kebohongan sebagai kejujuran. Bohong demi kebaikkan itu tidak ada, namanya tetap kebohongan. Dalam karaniya mettasutta ada suatu kalimat, inilah yang pantas dikerjakan, oleh ia yang tangkas dalam hal yang berguna yang mengantar ke jalan kedamaian, sebagai orang yang cakap, jujur, tulus, mudah dinasihati, lemah lembut, tidak sombong. Jujur tertulis disana. Jujur itu adalah salah satu kunci kebahagiaan.

Yang terakhir, jangan sampai anda melakukan sesuatu dengan terlalu ekstrem bahkan untuk orang lain. Berbuat baiklah dulu untuk diri sendiri. Jangan memaksakan orang lain untuk berbuat baik juga apalagi harus ikut 24 jam. Kalau anda mau mempraktikkan sendiri monggo, tapi jangan memaksa orang lain. Berbuat baik adalah prioritas tapi lakukan dengan bijak. Tidak ada yang menganjurkan melakukan dengan ekstrem. Ekstrem itu ibarat ketika anda naik kendaraan terlalu ke kiri, apa yang terjadi? Anda jatuh ke got. Begitu juga kalau anda terlalu ekstrem ke kanan, sama juga celaka jatuh di got. Terus apa yang harus dilalui? Jalan tengah lah yang terbaik. Sang Buddha sudah mengajarkan kepada kita jalan tengah yang bisa dilalui. Ingatlah tujuan luhur yang ingin anda capai. Praktikkan. Kalau anda malas-malasan, cuman baca paritta saja, tidak melakukan yang lain, anda tidak akan berkembang. Kalau hanya baca paritta menghapalnya, anak kecil sekarang banyak yang bisa.

Demikianlah yang bisa saya tuliskan. Menderita atau bahagianya kita bukan karena orang lain. Diri kitalah penentunya. Berbuat baiklah tanpa paksaan, tanpa harus berbuat yang ekstrem. Gunakan keyakinan anda sebagai alat yang tepat untuk memotong rantai 31 alam kehidupan. Praktik dan terus berpraktik untuk menuju kebahagiaan yang sejati. Semoga semua makhluk hidup berbahagia...

Komentar

Postingan Populer