Semakin Dekat dengan Dhamma

Mengetahui Dhamma

Oleh : Ven. Ajahn Chah


Ada orang yang menjalani latihan, bahkan setelah satu atau dua tahun tetap tidak mengerti apa-apa. Mereka tetap tidak memiliki keyakinan akan latihannya, sehingga tidak bisa melihat segala sesuatu di sekelilingnya sebagai Dhamma. Padahal bila kita telah mengenal pikiran ini, dan tumbuh sati sebagai landasan untuk menelaah pikiran, muncul suatu kebijaksanaan bagi kita untuk belajar Dhamma.

Kita dapat mempelajari Dhamma dari alam sekitar, dari pepohonan misalnya. Sebatang pohon lahir karena suatu sebab dan tumbuh mengikuti hukum alam. Disini pohon itu sedang menunjukkan Dhamma kepada kita, namun kita tidak mengerti. Dalam hidupnya, pohon tumbuh dan berkembang terus sehingga pucuk, bunga dan buahnya muncul. Kita hanya melihat bunga dan buah yang tumbuh dipohon itu, tidak merenungkannya lebih lanjut. Kita tidak mengetahui betapa pohon itu sedang mengajari kita Dhamma. Kita pun begitu saja memakan buahnya tanpa menyadari hakikat manis, asam, asin buah itu. Inilah Dhamma, ajaran tentang buah. Selanjutnya, dedaunan pohon itu pun menguning, mati dan berguguran. Yang kita lihat hanyalah daun-daun yang jatuh. Kita menginjak-nginjaknya, atau menyapunya begitu saja, tanpa memperhatikannya; dan kita pun tetap tidak sadar bahwa alam sedang mengajari kita. Belakangan daun-daun yang baru pun tumbuh, dan kita pun tidak melihat makna yang terkandung di balik itu. Kita hanya menggapai kebenaran semu. 

Tanpa membawanya ke dalam dan menelitinya lebih jauh, kita tidak melihat betapa kelahiran pohon itu dan kelahiran kita tiada bedanya. Tubuh kita ada dan lahir tergantung pada kondisi-kondisi, pada elemen-elemen tanah, air, angin dan api. Ia pun kita beri makan sehingga tumbuh dan tumbuh. Tiap bagian dari tubuh kita berubah dan berjalan secara alami; rambut, kuku, gigi, dan kulit kita, semuanya berubah. Lihat! Tiada bedanya dengan sebatang pohon. Dengan memperhatikan alam sekitar, kita akan mengetahui diri sendiri.

Orang lahir dan kemudian meninggal. Setelah meninggal mereka akan lahir kembali. Kuku, gigi, dan kulit pun secara konstan mati dan tumbuh kembali. Dengan berlatih, kita akan melihat bahwa yang di luar dan di dalam hampir sama adanya. Benda-benda yang memiliki kesadaran hakikatnya tiada berbeda. Jika kita mengerti kesamaan ini, kita akan melihat hakikat sebuah pohon misalnya, tiada berbeda dengan lima khanda – lima kelompok kehidupan yang membentuk kita: tubuh, perasaan, pencerapan, bentuk-bentuk mental, dan kesadaran. Dengan mengerti hal ini, lima khanda – bagaimana mereka secara konstan berganti dan berubah tiada hentinya, kita pun mengerti Dhamma.

Demikianlah ketika berdiri, berjalan, duduk, atau berbaring, kita harus memiliki sati untuk mengawasi dan memelihara pikiran. Kita melihat alam dari luar diri kita tiada berbeda dengan yang ada di dalam, sehingga dapatlah kita katakan bahwa benih ke-Buddha-an (Yang Mengetahui) dalam diri diri ini tumbuhlah sudah. Kita mengetahui baik yang di dalam maupun yang di luar, kita mengerti segala sesuatunya. Maka ketika kita berdiri di bawah sebuah pohon, kita seakan mendengarkan ajaran Buddha. Ketika sedang berdiri, berjalan, duduk, atau berbaring, kita mendengarkan ajaran Buddha. Saat mendengar, melihat, mencium, mengecap, menyentuh, dan berpikir, kita pun sedang mendengarkan ajaran Buddha.

Sang Buddha tidak lain dari “Yang-Mengetahui” di dalam pikiran kita. Ia mengetahui Dhamma, ia mengamati Dhamma. Jadi bukannya Buddha dari dua puluh abad yang lalu datang berkunjung dan bercakap-cakap dengan kita, tapi benih ke-Buddha-an yang tumbuh dalam pikiran yang tercerahi.

Setelah kita menumbuhkan Buddha dalam pikiran, kita akan melihat segala sesuatu sama dengan diri kita, kemudian merenungkannya. Kita melihat macam-macam hewan, pohon, gunung dan lembah tidak berbeda dengan diri ini. Kita melihat orang kaya, miskin – mereka tiada beda. Mereka memiliki karakteristik yang sama. Ia yang mengerti hal ini akan mendengar ajaran Buddha setiap saat, dimana pun ia berada. Tanpa pengertian ini, meskipun kita seumur hidup belajar dari berbagai guru, kita tetap tidak akan mengerti apa-apa.

Buddha mengatakan bahwa mengalami pencerahan adalah mengetahui hakikat segala sesuatu di sekeliling kita. Bila tidak mengetahui hal ini, kita akan mengalami kekecewaan dan kesenangan, hanyut dalam susasana hati yang akhirnya menimbulkan kesedihan dan penyesalan. Saat kita terhanyut, kita tidak mengenali Dhamma di sekeliling kita.

Setelah tumbuh, segalanya akan berubah dan mati. Sesuatu yang tercipta, seperti piring dan mangkuk, mempunyai karakteristik yang sama. Mangkuk yang dibentuk berdasarkan sebab, manusia tergerak untuk menciptakannya, dan setelah kita gunakan, ia pun usang, pecah dan bentuknya tiada. Demikianlah pepohonan, gunung, tumbuhan, hewan, dan juga manusia adanya.

Komentar

Postingan Populer