Bersyukur Terlahir Menjadi Manusia
Bersyukurlah Terlahir jadi Manusia
Oleh: Indra Kurniawan
Banyak orang mempercayai bahwa terlahir sebagai manusia itu berarti siap untuk menghadapi hidup yang penuh penderitaan. Karena kalau kita sudah terlahir, mau tidak mau kita akan menuju proses kehidupan yaitu usia tua, sakit, dan kematian. Tidak ada yang mampu menolaknya. Tidak ada yang mampu menghindarinya. 3 utusan agung itu wajar terjadi, wajar menghampiri hidup kita. Kalau kita maunya hanya tuanya saja tidak mau yang sakit dan kematiannya, tidak akan bisa.
Di lain hal, ketika kita menjalani kehidupan ini, kita pasti menemukan masalah-masalah ntah yang timbul dari dalam diri maupun dari luar diri. Ini juga hal yang wajar. Perubahan selalu terjadi. Ntah hasilnya ke arah yang baik maupun yang buruk, perubahan akan selalu dilalui. Maka dari itu, dengan adanya perubahan, hidup yang penuh penderitaan bisa juga dikondisikan menjadi hidup yang bahagia. Caranya bagaimana? Caranya adalah dengan terus berbuat baik. Kalau misal sulit bermeditasi, jalankan moralitas dan rajinlah berdana. Ketika anda mampu menjalankan hal baik tersebut, niscaya perasaan bahagia akan muncul dalam diri anda, apalagi kalau perbuatan baik menjadi rutinitas anda.
Maka dari itu, terlahir jadi manusia itu sebenarnya adalah hal yang penuh berkah. Manusia memiliki akal sehat. Manusia bisa melakukan perbuatan baik maupun buruk. Manusia juga bisa belajar Dhamma dan mempraktikkannya. Seperti saat kita berlatih meditasi, itu merupakan salah satu praktik dalam ajaran Buddha. Peluang manusia melatih diri agar nantinya bisa mencapai pantai sebrang jauh lebih besar daripada kehidupan seekor hewan. Jika terlahir sebagai hewan, bayangkan saja, apakah semudah itu anda bisa memahami Dhamma? Apakah setiap hari anda punya kesempatan melakukan perbuatan bajik? Tidak kan? Maka dari itu, ketika kita sudah dilahirkan sebagai manusia, bersyukurlah. Manfaatkan segala kesempatan, tenaga, ilmu, apapun yang anda miliki untuk pengembangan diri menjadi lebih baik.
Ada sebuah cerita tentang usia manusia. Simak cerita ini dan jadikan renungan bagi anda untuk lebih menyadari rasa syukur terlahir sebagai manusia. Dahulu kala, hiduplah seorang manusia, seekor kerbau, seekor monyet, dan seekor anjing. Keempat makhluk tersebut dikaruniai usia 30 tahun. Suatu ketika, mereka berempat sepakat untuk bertemu dewa. Si manusia berkata pada dewa, "Masih banyak yang ingin saya capai dalam hidup saya ini, kalau hanya 30 tahun usia hidup saya, ahh tidak akan tercapai, saya mohon agar usia saya ditambah." Si kerbau selanjutnya berkata kepada dewa, "30 tahun? Yang benar saja, saya tidak mau disuruh membajak sawah terus sampai 30 tahun. Tolong kurangi usia saya."
Lalu, giliran si monyet berkata, "Dewa, tolong kurangi usia saya, kalau 30 tahun saya harus loncat sana sini terus, capek, saya tidak kuat!" Dan yang terakhir si anjing, "Dewa, saya senang bisa menjaga rumah manusia, tapi kalau 30 tahun harus begitu terus saya tidak sanggup. Tolong kurangi usia saya." Pada akhirnya, dewa pun dapat memaklumi permintaan keempat makhluk tersebut. Maka dari itu usia kerbau dikurangi 15 tahun dan diberikan kepada manusia, maka usia manusia sekarang menjadi 45 tahun. Begitu juga dengan monyet dan anjing masing-masing memberikan 15 tahun usianya, sehingga usia manusia menjadi 75 tahun.
Dari cerita ini, kita bisa melihat sebuah makna bahwa sebenarnya rentang usia manusia sampai pada usia 30 tahun adalah masa dimana manusia mampu mengenali dirinya. Manusia di kala itu memiliki berbagai keinginan yang ingin diwujudkan. Gairah hidup sangat terasa pada saat itu. Ketika usianya 31 tahun hingga 45 tahun, manusia mulai bekerja keras untuk menggapai impiannya. Tanpa kenal lelah manusia membajak sawah seperti seekor kerbau. Di saat ini tahapan baru muncul dalam hidup manusia, mendapatkan pasangan dan mulai membina keluarga. Tahapan usia 46-60 tahun, manusia mulai merasa bosan akan kesehariannya. Mulai melompat kesana kemari untuk mencari suasana baru. Ibarat seekor monyet yang selalu pindah dari satu pohon ke pohon yang lain.
Tahapan usia yang terakhir 61-75 tahun, gairah hidup menjadi berkurang. Tidak terlalu bersemangat kesana kemari. Menikmati hidup di rumah melihat cucu, cicit yang sudah besar, seperti seekor anjing yang menjaga rumah. Gambaran singkat ini menandakan pentingnya kita mengetahui tahapan-tahapan hidup kita. Supaya waktu hidup kita tidak sia-sia seperti binatang-binatang, maka kembali mari kita penuhi hidup dengan suatu kualitas yang baik. Terus berbuat baik. Melatih diri dengan bermeditasi. Manfaatnya supaya nantinya kita terlahir kembali paling tidak kembali menjadi seorang manusia.
Hal terakhir yang mau saya tekankan adalah bahwa hidup kita pada akhirnya pasti melewati 3 utusan yaitu usia tua, sakit, dan mati. Itu wajar. Kalau kata Bhante Khantidharo, MT, "Jika anda tidak mau menderita karena usia tua, sakit, dan mati, ya jangan mau dilahirkan." Daripada menyesali kondisi kita, lebih baik memanfaatkan waktu untuk pembekalan diri dengan lebih rajin dalam praktik dan lebih memahami Dhamma. Bersyukurlah sudah terlahir sebagai manusia. Semoga dengan ulasan pendek ini, bisa memberikan kita semangat untuk menjalani hidup ini dengan lebih baik. (Lat meditasi dibimbing oleh Samanera Piyadasso di Samaggi Viriya, Kamis, 9 Januari 2020 jam 19.30)
Komentar
Posting Komentar