Tak Harap Kembali

Tak Harap Kembali…


            Pernahkah anda berpikir apa yang sudah anda lakukan selama hidup anda? Apakah yang anda lakukan banyak meminta namun jarang memberi? Manusia biasanya dengan egonya dan didukung dengan berbagai alasan yang kadang tak masuk akal berusaha mencegah dirinya untuk memberi kepada orang lain. Pertanyaannya, apa sih ruginya memberi sesuatu kepada orang lain? Ada yang berkata bahwa jika memberi pastinya akan kehilangan sesuatu yang menjadi miliknya. Faktanya, apa yang anda miliki sekarang ini suatu waktu juga pasti akan hilang. Ketika anda meninggal pada akhirnya, harta-harta anda tak akan anda bawa kemana-mana dan mungkin saja berpindah tangan. Jadi, apa bedanya memberi pada saat ini demi kebahagiaan orang lain. Sebelum kita melangkah lebih jauh,coba kita lihat cerita singkat ini :

            Seorang anak perempuan berusia sepuluh tahun menderita sakit karena kelangkaan jenis darah tertentu; keluarganya mencari donor ke sana ke mari, dan mendapati bahwa hanya adik laki-lakinya yang berusia delapan tahun sajalah yang bisa menyelamatkan hidup sang kakak.

            Dokter dan ibu anak tersebut meminta kepada anak laki-laki itu apakah dia bersedia mendonorkan darahnya untuk menyelamatkan kakaknya. Anak laki-laki itu meminta waktu untuk memikirkannya. Setelah merenung selama dua hari dua malam,dia berkata kepada ibunya, “Mama, sekarang saya siap!”
            Mereka pun bersama-sama pergi ke rumah sakit. Dokter membaringkan anak laki-laki itu di sebelah kakaknya lalu mengambil darah dari lengannya. Setelah diperoleh sekantong darah, dokter mengalirkan darah sang adik ke tubuh sang kakak yang terbaring lemah. Beberapa menit kemudian,sang kakak berangsur-angsur menjadi semakin segar.
            Menyaksikan hal tersebut, sang adik tersenyum,lalu memanggil dokter dan menanyakan sesuatu sambil berbisik dengan harapan tidak didengarkan oleh kakaknya, “Dokter, apa sekarang saya akan langsung mati?” Sang dokter pun tersentak kaget…
            Anak itu rupanya tidak paham bahwa jika dia memberikan darah untuk menolong orang lain, itu hanyalah sebagian dari darahnya saja, dan tidak akan membuatnya mati. Itulah sebabnya dia minta waktu untuk mempertimbang kan apakah dia bersedia mati demi menyelamatkan hidup kakaknya…
            Pesan moral :
            Dalam dunia yang condong menjadi semakin sekuler dan materialis ini, kita diajarkan dan terkondisi untuk hidup dengan nilai “take and give”. Setiap tindakan memberi tak lepas dari motif perolehan, dalam satu dan lain bentuk. Secara material, barangkali hal ini relative benar, namun tak jarang nilai ini diterapkan juga dalam penjalinan hubungan kasih di antara lawan jenis, antar kawan, bahkan dalam doa-doa sekalipun.
            Secara spiritual, penerapan nilai “take and give” bisa menjerumuskan kita ke dalam “materialisme spiritual”, yang mana hal ini hanya akan menggembungkan keakuan saja,ahi-ahli mereduksinya, penderitaan pun terus membayang.
            Tindakan “memberi” atau “bermurah hati” merupakan salah satu pondasi spiritual, di samping moralitas. Untuk membangun pondasi spiritual yang kokoh, seyogyanya kita memberi tanpa pamrih, tanpa pilih kasih, tanpa embel-embel atau imbal-imbal.
            Secara umum, ada dua motivasi yang benar dalam memberi: (1) untuk menolong pihak lain yang membutuhkan; (2) untuk mengikis keakuan. Sama halnya dengan “proaktivitas”, tindakan memberi yang benar adalah suatu proses “inside-out”, bukan “outside-in”. Dari dalam ke luar, satu arah.

            Ingatkah kita akan masa kecil kita, ketika dengan asiknya kita menyanyikan lagu ini…

“Kasih ibu kepada beta,
Tak terhingga sepanjang masa…
Hanya memberi tak harap kembali…”

            Sayang sekali, dengan keceriaan kita saat menyanyi, kita tak mampu menerapkan semua itu dalam kehidupan sehari-hari karena adanya ‘keakuan’ yang kuat. Itu milikku, itu kesukaanku, itu favoritku. Semuanya diberi label ‘ku’ bahkan sampai kita dewasa.

“Jangan ganggu istriku!”
“Itu mobilku, keren kan?”
dll.

            Adanya doktrin ‘keakuan’ menyebabkan manusia itu suka pamer tapi minim kemauan untuk memberi. Mau menerima dengan suka hati, namun jika memberi berpikir dulu matang-matang. Lalu, cara mengubah kebiasaan buruk ini, bagaimana? Satu saran saja cobalah latihan meditasi secara bertahap, anda akan menemukan bahwa semuanya tidak harus menerima tapi kadang kala ada yang harus dilepas dalam kehidupan kita. Seperti saran Sang Buddha, ‘Datang dan Buktikan sendiri!’, maka ya latihan meditasi pun anda yang harus mengalaminya sendiri. Semoga dengan sedikit pencerahan ini, anda bisa menemukan makna dan manfaat memberi yang sebenarnya. Semoga anda terbebas dari hal-hal buruk, semoga semuanya hidup dengan bahagia. Sadhu…sadhu…sadhu…

Pernyataan Dewa Sakka kepada Kosiya atas kedermawanannya:

Dari yang sedikit orang harus memberikan sedikit, dari yang sedang demikian pula,


Dari yang banyak pun diberikan banyak: tentang tidak memberikan apa-apa tak ada pertanyaan yang bisa muncul.



Kuberitahukan kepadamu, Kosiya, berikan dana yang menjadi milikmu:



Jangan makan sendiri saja, tidak ada kebahagiaan di dalam diri orang yang makan untuk dirinya sendiri.


Dengan kedermawanan engkau akan naik menuju jalan mulia yang agung.

Kitab Komentar untuk Sudhabhojana Jataka (cerita mengenai kelahiran-kelahiran terdahulu Sang Buddha, Jataka, buku V, no. 535)


Komentar

Postingan Populer