Ubah Nasib? Jangan Pakai yang Instan!
Pandangan Agama Buddha terhadap Ramalan
Diulas ulang oleh: Upc. Indra
Kurniawan
Salam
sejahtera, sotthi hontu saudara-saudari yang terkasih dalam Dhamma. Semoga kita
semua selalu berada di jalan yang benar, sesuai dengan apa yang telah kita
yakini masing-masing. Walaupun dengan kondisi saat ini yang membahayakan karena
adanya wabah Covid-19, saya sungguh berharap hal demikian tidak membuat kita
lengah, tidak mengurangi tekad kita untuk terus mengembangkan diri dan batin kita.
Bagi yang tidak bisa hadir ke vihara pun, tidak berarti mereka kehilangan
kesempatan untuk membina diri dan batinnya. Pada kondisi seperti ini lah,
tantangan bagi masing-masing individu untuk tetap memanfaatkan waktu membina
batin dan jasmaninya. Yang bisa ke vihara bisa mengikuti puja bakti, membaca
Paritta, mendengarkan uraian Dhamma, meditasi, bahkan berdana. Yang di rumah
pun bisa terus berlatih meditasi, membaca Paritta, dan masih banyak lagi hal
baik yang bisa dilakukan.
Pada
kesempatan kali ini, saya kembali akan mengulas ulang Dhammadesana yang telah
disampaikan oleh pembicara. Pada kesempatan kali ini, Samanera Indacaro mengisi
puja bakti new normal dengan membawakan Dhammadesana berkenaan dengan ramalan.
Ramalan bukanlah suatu hal yang asing lagi dalam kehidupan kita. Ketika
seseorang ke pasar malam, mungkin bisa menemukan stan meramal walaupun kita
tidak tahu pasti kebenarannya. Sebagai seorang umat Buddha, yang menjadi
pertanyaan adalah bagaimana sikap kita terhadap ramalan tersebut? Apakah kita
harus mempercayai ramalan atau menolaknya? Apakah ramalan selalu bernuansa
negatif? Mari kita simak ulasan di bawah ini.
Tanpa kita
sadari, banyak dari kita yang familiar dengan penerapan ramalan dalam
keseharian kita. Sebagai contoh, yang paling populer adalah ramalan cuaca.
Ramalan cuaca penting sekali manfaatnya terutama berhubungan dengan
penerbangan. Pesawat yang terbang bisa saja celaka jika tidak mengetahui
kondisi cuaca di saat pesawat itu melakukan perjalanan. Begitu pula di
kedokteran, ibu-ibu hamil bisa mengetahui kira-kira kapan akan melahirkan dari
pemeriksaan dokter kandungan. Sebenarnya, hal tersebut juga merupakan ramalan.
Pengertian ramalan tidak jauh berbeda dengan perkiraan yang menggunakan
data-data saat ini untuk menentukan suatu hasil. Dari kondisi-kondisi badan ibu
hamil, dokter bisa memperkirakan kapan ibu itu akan melahirkan.
Ramalan
juga sudah ada pada zaman Sang Buddha. Pada saat Ratu Mahamaya melahirkan bayi
Bodhisatta, para pertapa atau brahmana juga meramalkan bahwa bayi itu akan
menjadi seorang Raja Dunia atau seorang Buddha. Hanya satu brahmana paling muda
yang berani menyatakan bahwa bayi tersebut kelak pasti akan menjadi Buddha.
Bahkan pada saat kehidupan lampau-Nya ketika terlahir sebagai pertapa Sumedha,
Buddha Dipankara pada saat itu meramalkan bahwa pertapa tersebut akan menjadi
seorang Buddha pada kehidupan mendatang. Buddha Gautama juga pernah meramalkan
bahwa akan muncul seorang Buddha yang bernama Maitreya jutaan kalpa setelah
masa Buddha Gautama. Sampai disini, bagaimana pendapat anda mengenai ramalan?
Kadang kala
ketika kita ingin memperoleh suatu keberuntungan, kita berusaha menggunakan
cara yang instan salah satunya ya menggunakan ramalan. Ada yang mencari masa
depannya melalui ramalan, kira-kira bulan depan atau tahun depan saya bisa jadi
apa seperti apa ya. Apakah bisa jadi orang sukses? Apakah bisa kaya raya?
Bahkan, umat Buddha pun kadang kala ke vihara menemui seorang Bhante untuk
bertanya mengenai hal-hal yang berkenaan dengan ramalan. Sebenarnya, ramalan
bisa kita percaya atau tidak itu tergantung dari siapa yang meramalkan. Kenapa
bisa begitu? Kalau ingin tahu soal cuaca, kita harus bertanya pada pakar cuaca
jangan ke dokter kandungan. Tanyakan pada pakarnya langsung. Tidak sedikit pula
dari masyarakat berpikiran negatif tentang ramalan karena dianggap sebagai hal
yang gaib atau magic. Ramalan bukan melulu hal yang negatif, bukan melulu
berhubungan dengan perdukunan.
Bagaimana
pandangan agama Buddha mengenai ramalan pada kehidupan saat ini? Sang Buddha
dengan penuh semangat selama 45 tahun hidup-Nya, telah mengajarkan Dhamma
kepada semua makhluk. Bahkan sampai Beliau parinibbana pun, Dhamma masih
menjadi pedoman bagi kita semua yang meyakini-Nya. Salah satu hal yang tidak
lepas dari hidup kita adalah hukum Kamma. Apapun yang kita lakukan, suatu saat
akan kita tuai hasilnya (Phala). Semua inilah yang seharusnya kita perhatikan
bukan melulu fokus pada ramalan. Walaupun kita sudah diramal, oh tahun depan
kamu bakal sukses jadi orang kaya. Selama setahun kita tidak melakukan apapun,
kira-kira ramalan itu menjadi kenyataan tidak? Tidak mungkin. Menunggu saja,
tidur-tidur, tidak melakukan apa-apa itu kesalahan besar. Pangeran Siddharta
saja berhasil menjadi Buddha juga tidak instan walau sudah diramalkan pasti
menjadi seorang Buddha. Butuh waktu 6 tahun, Beliau menderita dengan begitu
beratnya. 6 tahun menyiksa diri, sampai-sampai tubuh-Nya kurus kering.
Usaha-Nya saat di kehidupan lampaunya dalam menyempurnakan parami juga tidak
terhitung betapa banyaknya. Tidak semudah itu hanya menikmati ramalan tanpa
usaha.
Maka dari
itu, dalam ajaran Buddha, kita dianjurkan untuk memposisikan ramalan pada
tempat yang tepat. Dalam hal ini, dimaksudkan bahwa hendaknya kita tidak
menjadikan ramalan sebagai tujuan hidup. Kalau anda sudah menjadikan ramalan
sebagai tujuan hidup, kita jadi malas, tidak mau ini itu, tidak ada usaha, toh
sudah diramal bakal jadi orang sukses. Ingat, pertapa Gautama masih harus
berusaha selama 6 tahun dan melawan bala tentara Mara dengan penuh tekad sampai
bisa mencapai ke-Buddhaan. Tidak ada larangan kok bagi kita mau datang
mengunjungi tukang ramal tetapi tetap harus ada usaha untuk merealisasikan
hasil ramalan itu. Tetaplah semangat untuk mencapai cita-cita anda.
Ramalan
bukan hal yang taboo dan tidak pernah ditolak pada masa Buddha Gautama. Ramalan
tidak saja berhubungan dengan Sang Buddha tapi juga terjadi kepada para
murid-Nya, contoh Bhante Angulimala. Angulimala lahir dengan nama Ahimsaka
(artinya: tidak melukai / melakukan kekerasan). Tapi pada saat Ahimsaka lahir,
Kerajaan Kosala pada saat itu menjadi gelap, bahkan segera ada peramal yang
menyatakan bahwa anak yang lahir ini sangat berbahaya, dia bisa membahayakan
kerajaan tersebut. Akhirnya, saat beranjak dewasa, ia bersekolah dan sangat
pintar. Karena kepintarannya, teman-temannya menjadi iri. Muncul permasalahan,
ia difitnah selingkuh dengan istri gurunya. Gurunya sangat marah sehingga
memberikan tugas yang mengerikan yaitu mengumpulkan 1000 jari kelingking
manusia supaya Ahimsaka ini mati dengan sendirinya karena aksinya. Ahimsaka
adalah murid yang baik, ia pun tidak bisa melawan dan melakukan perintah
gurunya. Dari sanalah, ia selalu membunuh dan dikenal dengan nama Angulimala
(pembunuh berantai dengan kalung jari). Singkat cerita, Angulimala tersadarkan
waktu bertemu Sang Buddha dan kembali ke jalan yang benar dan bahkan menjadi
Bhikkhu. Berhasil menjadi arahat dengan cara yang tragis. Ia terpaksa dikroyok
oleh masyarakat karena kekejiannya di masa lalu sampai meninggal. Pada saat hampir meninggal itulah, Bhante Angulimala mencapai kesucian tertinggi, Arahat.
Kisah kedua
berhubungan dengan Raja Ajatasattu. Ketika beliau dilahirkan juga ada ramalan
bahwa ia akan menjadi musuh dari ayahnya sendiri, yaitu Raja Bimbisara.
Sebenarnya, arti nama Ajatasattu yang diberikan kepadanya adalah musuh yang
tidak lahir / tidak ada musuh. Nama ini diberikan untuk menghalangi terjadinya
ramalan tersebut. Namun, pada akhirnya karena terhasut oleh kejahatan Bhante
Devadatta, Raja Ajatasattu benar-benar membuat ayahnya menderita di penjara
bawah tanah hingga meninggal. Ia sempat tersadar dan kembali ke jalan yang
benar namun pada saat setelah meninggal ia masuk ke neraka Avici karena
kekejaman yang telah dilakukannya, membunuh ayahnya sendiri. Kamma buruknya
sudah sangat berat.
Dari
kisah-kisah tersebut sebenarnya hal yang kita bisa pelajari adalah bahwa
ramalan sudah ada sejak zaman dulu. Bahkan sudah ada sebelum zaman Sang Buddha
yang bertahan sampai saat ini. Pada zaman ini, ramalan bahkan bisa membantu
kita dalam kehidupan kita. Sekali lagi, perlu ditekankan bahwa ramalan
semestinya diposisikan di tempat yang tepat, bukan sebagai tujuan hidup.
Ramalan juga bukan alat mengubah nasib seperti yang sering jadi buah bibir.
Ramalan itu salah satu cara untuk mematangkan karma kita, alat untuk membantu
mematangkan karma kita. Contoh, kalau diramal sukses bulan depan, ada proses
yang harus dijalankan supaya buahnya matang, tidak serta merta pasti sukses. Ibaratnya,
kalau anda ingin panen mangga, anda awali dengan menanam dan merawat pohon
mangganya sehingga nantinya menghasilkan buah mangga yang matang. Jika kita
tidak menjalankan prosesnya, kita tidak bisa mendapatkan mangga yang matang. Kalau
hanya anda tabur benihnya, anda kira-kira saja oh setahun lagi berbuah, tidak
melakukan apa-apa hanya menunggu dapat dipastikan tidak ada buah mangga yang
akan anda dapatkan.
Ada suatu
kisah lain yang menggambarkan bahwa nasib yang telah muncul di suatu ramalan
ternyata tidak selalu harus terjadi sedemikian adanya. Suatu ketika ada seorang
guru yang meramalkan bahwa muridnya akan meninggal 7 hari lagi. Ia meminta muridnya
untuk pulang menemui orang tua dengan maksud supaya muridnya bisa pamit. Pada
saat perjalanan pulang, murid itu melihat ada semut-semut yang hanyut di air.
Ia berhenti untuk mengambil semut-semut tersebut. Setelah dari rumah orang
tuanya, ia kembali ke gurunya lagi. Gurunya kaget sudah 7 hari lewat muridnya
tidak jadi meninggal malah bisa kembali menemuinya dan akhirnya muridnya
bercerita. Ternyata menolong semut-semut itu membuat kamma buruknya tidak
terkondisi berbuah, terpotong. Perlu diketahui, proses kerja
kamma, teknik
berbuahnya sama dengan proses anda merawat pohon mangga hingga berbuah. Ada berbagai kondisi yang
harus dipenuhi. Misalnya kembali lagi dalam menanam, benihnya harus bagus,
tanahnya harus bagus, cuaca yang cocok, dan tidak ada hama yang mengganggu. Butuh
air juga untuk berhasil membuahkan mangga, tidak semata-mata instan berbuah. Kalau
mau kamma yang instan langsung berbuah hasilnya, coba saja anda pukul orang
lain. Pasti langsung dapat balasan dipukul dan akhirnya pukul-pukulan.
Orang pingin
kaya biasanya juga suka yang instan, ambil jalan pintas, korupsi. Senang awalnya
banyak uang. Tapi buah kamma buruknya memang berjalannya perlahan-lahan. Ketahuan,
lalu diproses di KPK, setelah itu baru dapat hukuman. Tidak ada pohon yang
hanya dipandang saja langsung berbuah begitu juga buah kamma. Maka dari itu,
sebenarnya ramalan itu tujuannya hanya untuk membantu mematangkan kamma kita. Lalu,
pertanyaan yang penting, bagaimana cara yang tepat bagi kita untuk mengubah
nasib?
Mengubah nasib
menurut Agama Buddha ada beberapa cara. Yang pertama kita harus selalu berucap
dan bersikap yang diarahkan ke arah yang baik. Kalau kedua hal ini baik akan
membuat banyak orang percaya pada kita. Misalnya, dalam menjadi karyawan, kalau
sikap dan ucapannya baik, atasan akan menyukai karyawan tersebut dan bisa saja
dinaikkan gajinya. Begitu juga kalau anda menjadi seorang pengusaha, semakin
baik ucapan dan sikap anda, semakin banyak orang yang senang dengan anda dan
lebih mudah menjalin relasi. Sama halnya kalau anda di posisi sebagai pejabat,
semakin tinggi orang semakin besar masalahnya, maka dari itu ucapan dan
sikapnya akan sangat menentukan.
Yang kedua,
mengarahkan pikiran kita ke hal-hal yang positif. Salah satu praktiknya dalam
ajaran Buddha adalah dengan berlatih meditasi. Saat pandemi kita bisa berlatih
di rumah masing-masing. Meditasi bisa mengondisikan pikiran kita menjadi tenang
dan baik dengan selalu berpegang teguh pada kesadaran. Manfaatnya, dengan pikiran yang baik lah maka ucapan dan sikap kita
juga terbiasa menjadi baik. Semakin baik ketiganya, anda akan semakin mudah
dipercaya orang lain.
Yang ketiga
adalah bersabar. Kadang kala, ada banyak orang yang sudah banyak berbuat kebaikkan
tapi bingung kenapa kok buah kammanya tidak berbuah. Sudah melakukan banyak
kebajikan, masih saja ada masalah yang menghampiri. Yang paling penting dalam
hal ini adalah bersabar. Perbuatan apapun yang kita lakukan pasti membuahkan
hasil, ntah baik maupun buruk tergantung apa yang telah kita lakukan
sebelumnya. Oleh karena itu, dengan kepastian ini, tetaplah bersabar menunggu
hasil yang akan kita petik nanti.
Yang keempat
tak kalah penting yaitu kerelaan untuk melepas. Ketika kita memiliki hal-hal
yang kita senangi atau cintai, kalau kita melekat maka akan menimbulkan
permasalahan pada akhirnya. Kita bisa saja sedih ataupun kecewa pada akhirnya. Kalau
sudah begini, ujung-ujungnya enggan untuk beraktifitas, tidak mau melakukan
hal-hal yang penting. Maka, yang paling bijaksana adalah kita harus
pandai-pandai melepas bukan hanya pandai menerima. Dalam ajaran Buddha,
hendaknya kita bisa rajin melakukan praktik berdana. Berdana kepada siapapun kapanpun,
tidak melulu harus memberi materi, bisa juga menggunakan jasa dan tenaga. Ini adalah salah satu
sarana untuk mengubah nasib kita. Relasi kita akan semakin banyak, mudah
dipercaya.
Yang terakhir
dan paling penting adalah berusaha dengan ulet. Kalau tidak ada usaha yang
ulet, nasib akan seperti itu saja. Ketika kita sudah bekerja, lakukan dengan
senang hati dan ulet sehingga kita bisa mengubah nasib kita menjadi lebih baik.
Ingat tidak
ada segala sesuatu yang instan. Mau buahnya, jalani prosesnya. Apapun ramalan
yang ada dalam hidup kita, sekali lagi Sang Buddha tidak pernah meminta kita
untuk menolaknya. Selain itu, kita dianjurkan tidak juga langsung percaya
dengan ramalan tersebut. Tetapi, alangkah baiknya bahwa kita bisa mengondisikan ramalan di posisi yang tepat dan bukan sebagai tujuan hidup. Tujuan hidup kita
masing-masing bergantung pada diri kita sendiri. Demikian yang bisa saya
tuliskan ulang, semoga dengan berbekal ulasan ulang ini dan kamma baik yang
telah kita pupuk selama ini, bisa mengondisikan kita mencapai tujuan hidup
kita. Sabbe satta bhavantu sukhitatta.
Komentar
Posting Komentar