CACAT FISIK BUKAN ALASAN UNTUK MENYERAH

CACAT FISIK BUKAN ALASAN UNTUK MENYERAH

Setiap orang selalu menginginkan sesuatu yang lebih dalam hidupnya. Tapi, kadang kala sejak lahir kita sudah harus menerima kondisi yang sebenarnya tak diharapkan, contohnya kekurangan fisik. Apa yang dirasakan orang tua melihat anak yang dilahirkan mengalami kekurangan fisik tersebut mempengaruhi mental anak tersebut. Apa yang salah dengan mereka yang seperti itu? Apakah mereka menginginkan kondisi seperti itu? Dan Apakah mustahil bagi mereka untuk sukses dan berkarya? Lihat satu cerita di bawah ini. Ini bukan cerita fiksi tapi sebuah kenyataan. Jujur, selagi membaca cerita ini, dalam hati, saya menangis bahagia.

Saya mengutip cerita ini dari Buku yang luar biasa yang berjudul Think and Grow Rich yang ditulis oleh Napoleon Hill. Pada bagian terakhir dari Bab 2 ada judul yang membuat saya penasaran yaitu bahwa KEINGINAN YANG MENAKLUKKAN KEMUSTAHILAN. Saya bertanya-tanya kok bisa seperti itu.
Dikisahkan, bahwa, anak dari sang penulis ini harus lahir dengan keterbatasan fisik yaitu lahir tanpa telinga. Dokter pun mengakui, ketika dia menyampaikan pendapatnya, bahwa bayi itu mungkin akan tuli dan bisu seumur hidupnya. Sebagai orang tua, jika anda mendengar kabar ini dan terjadi pada anak anda sendiri, apakah reaksi anda? Sebagian orang biasanya terlalu mudah menyerah pada keadaan. Tapi, itu tak terjadi pada orang tua si bayi.
Ayah dari bayi ini menantang pendapat dokter. Dia membuat keputusan dan menyampaikan pendapatnya dalam hatinya. Dia memutuskan bahwa anaknya akan dapat mendengar dan berbicara. Alam bisa memberinya anak tanpa telinga, tapi alam tidak bisa mempengaruhi saya untuk menerima realitas itu.
Dalam pikirannya, ia yakin anaknya pasti akan bisa mendengar dan berbicara bagaimanapun caranya. Dia memegang prinsip Emerson dengan kata abadinya, “Segala hal yang terjadi mengajarkan kita tentang keyakinan. Kita hanya perlu mematuhi. Ada petunjuk bagi kita masing-masing, dan dengan mendengarkan secara rendah hati, kita akan mendengarkan kata yang tepat.”
Apakah kata yang tepat itu? Kemauan! Lebih dari segalanya, sang ayah mau anak laki-lakinya tidak bisu dan tuli. Dari keinginan itu, dia tak pernah mundur sama sekali.
Jauh bertahun-tahun sebelumnya, dia pernah menulis, “Batasan satu-satunya adalah apa yang kita tetapkan di dalam pikiran kita.” Untuk pertama kalinya, ini akan jadi bukti apakah pernyataan itu benar. Di depan sang ayah, di atas tempat tidur, terbaring anak yang baru lahir itu, tanpa indra pendengaran. Walaupun dia bisa mendengar atau berbicara, seumur hidup dia jelas akan tampak cacat. Pastinya, hal ini adalah batasan yang tidak ditetapkan oleh anak kecil itu dalam pikirannya.
Apa yang dilakukan oleh sang ayah? Bagaimanapun caranya, dia harus bisa menemukan cara untuk mencangkokkan ke dalam pikiran anak itu, suatu kemauan membara nya untuk mencari cara dan sarana yang bisa menyampaikan suara ke dalam otaknya tanpa bantuan telinga. Ingat anda boleh punya kemauan, tapi kemauan yang kuat adalah kemauan yang membara dalam pikiran anda dan anda siap untuk mewujudkannya.
Segera setelah anak itu cukup besar untuk bekerja sama, sang ayah akan mengisi pikirannya sepenuhnya dengan kemauan membara untuk bisa mendengar, dengan metodenya sendiri alam akan mengubahnya menjadi realitas fisik. Semua pikiran itu terjadi dalam pikiran sang ayah, tanpa ada orang lain yang tahu. Setiap hari dia membarui janji yang dibuatnya sendiri, bahwa sang anak tak akan bisu tuli.
Ketika dia tumbuh besar, dan mulai memperhatikan hal-hal di sekelilingnya, orang tuanya mengamati kalau dia memiliki sedikit kemampuan mendengar. Setelah dia mencapai usia ketika anak-anak biasanya mulai berbicara, dia tidak berupaya untuk berbicara, tetapi mereka tahu dari perilakunya, bahwa dia bisa mendengar sekilas bunyi-bunyian tertentu. Hanya itu yang diketahui sang ayah! Dia yakin kalau si anak bisa mendengar, walau hanya sedikit, mungkin dia akan bisa mengembangkan kemampuan mendengar yang lebih besar. Kemudian, suatu hal terjadi, sebuah harapan. Harapan itu datang dari sumber yang sama sekali tak terduga.
Orang tua sang anak membeli sebuah gramofon. Ketika si anak mendengar music untuk pertama kalinya, dia sangat senang dan seketika menyukai gramofon itu. Dengan segera dia menyukai beberapa rekaman, di antaranya, “It’s a Long Way to Tipperary.” Pernah dia memainkan lagu itu berulang kali, selama dua jam. Dia berdiri di depan gramofon dengan gigi menggigit pinggirannya. Arti penting kebiasaan yang terbentuk sendiri ini tidak jelas bagi orang tuanya hingga bertahun-tahun kemudian, karena mereka belum pernah mendengar prinsip suara “konduksi tulang” pada saat itu.
Tidak lama setelah dia menggemari gramofon itu, sang ayah tahu kalau dia bisa mendengar kata-katanya dengan cukup jelas ketika sang ayah bicara dengan bibirnya menyentuh tulang mastoid atau dasar tulang tengkoraknya. Penemuan ini menjadi media penting baginya, di mana sang ayah mulai mengubah Kemauan Membaranya menjadi kenyataan unyuk membantu anak nya mengembangkan kemampuan mendengar dan berbicara. Pada saat itu dia berusaha mengucapkan beberapa kata. Tampak jauh dari menggembirakan, tapi kemauan yang didukung oleh keyakinan tidak mengenal kata mustahil.
Setelah memastikan bahwa dia bisa mendengar suara saya dengan jelas, seketika sang ayah mulai mentransfer kemauan untuk mendengar dan berbicara ke dalam pikirannya. Dia segera tahu kalau anak itu menyukai dongeng sebelum tidur, maka dia mulai membuat cerita-cerita yang dirancang untuk mengembangkan kepercayaan diri, imajinasi, dan kemauan besar untuk mendengar dan menjadi normal.
Sang Ayah dengan luar biasanya, memberi cerita dengan filosofi yang menakjubkan bahwa kekurangan yang dimiliki anaknya bukanlah suatu beban, melainkan sebuah asset yang berharga, itu dilakukan tiap malam. Walaupun kenyataannya semua filosofi yang diamatinya jelas-jelas menunjukkan bahwa semua kesulitan mendatangkan benih keuntungan yang sepadan, tapi dia harus mengakui bahwa dia sama sekali tidak tahu bagaimana kekurangan ini akan menjadi asset bagi sang anak.
Logikanya mengatakan, tidak ada kompensasi yang cukup bagi orang yang tidak memiliki telinga dan indra pendengaran alami. Kemauan yang didukung oleh keyakinan, menyingkirkan logika, dan menginspirasi saya untuk terus maju. Ketika dia menganalisis pengalaman tersebut untuk ditinjau kembali, sekarang dia bisa melihat bahwa kepercayaan sang anak kepada ayahnya terkait erat dengan hasil yang menakjubkan. Dia tidak mempertanyakan apapun yang diceritakan padanya. Sang ayah menanamkan pikiran bahwa dia memiliki keunggulan yang nyata atas kakaknya, dan bahwa keunggulan ini akan muncul sendiri dalam banyak cara. Sang ayah juga menanamkan ide di kepalanya, bahwa kalau dia sudah cukup besar untuk menjadi penjual Koran (kakaknya sudah terlebih dulu menjadi penjual Koran) dia akan memperoleh keuntungan lebih banyak dari kakaknya, dengan alasan orang-orang akan membayar lebih untuk barang jualannya, karena mereka bisa melihat bahwa dia anak yang ceria dan rajin, walaupun tidak punya telinga. Bisakah anda membayangkan bahwa anak tanpa telinga akan menjadi seorang penjual Koran dan sukses???
Singkat cerita, sang anak pun berkembang, pada usia tujuh tahun dia memutuskan untuk menjadi penjual Koran, tapi ditolak oleh ibunya. Ibunya khawatir jika karena ketuliannya akan membahayakan diri sang anak di jalanan. Tapi sang anak tidak menyerah, dia mengambil keputusan sendiri. Pada suatu siang, ketika dia ditinggal di rumah bersama para pembantu rumah tangga, dia memanjat jendela dapur, lalu merayap ke halaman, dan memulai segala sesuatunya sendiri. Dia meminjam uang 6 sen sebagai modal kepada tetangga yang menjadi tukang sepatu. Dia menggunakan uang itu untuk membeli Koran, menjualnya, membeli Koran lagi, dan berulang kali seperti itu hingga senja. Setelah menghitung jumlah uangnya, dan membayar kembali uang enam sen yang dipinjam dari bankirnya, dia punya keuntungan bersih sebesar empat puluh dua sen. Setelah orang tuanya pulang ke rumah malam itu, mereka melihatnya tidur nyenyak, dengan uang tergenggam erat di tangannya.
Ibunya mendekatinya, membuka genggaman tangan itu, melihat jumlah uangnya, dan menangis. Ya Ampun! Menangisi kemenangan pertama anaknya sepertinya kurang sesuai. Sang ayah di lain hal terbahak-bahak, sebab dia tahu usahanya menanamkan sikap percaya diri pada pikiran anak itu telah berhasil.
Apa yang dilihat ibunya adalah seorang anak kecil tunarungu yang keluar ke jalanan dan mempertaruhkan jiwanya untuk menghasilkan uang dari usaha bisnisnya yang pertama. Sedangkan yang dilihat ayahnya adalah seorang pebisnis cilik yang berani, ambisius, dan mengandalkan dirinya sendiri, yang kepercayaan dirinya telah meningkat seratus persen, karena dia memulai bisnisnya atas inisiatif sendiri, dan menang. Kejadian-kejadian berikutnya membuktikan kecerdasan si anak. Ketika kakaknya ingin sesuatu, dia akan terlentang di lantai, lalu menendang-nendangkan kakinya ke udara, dan merengek – lalu mendapatkan keinginannya. Ketika ‘si anak kecil tunarungu’ ingin sesuatu, dia akan mencari cara untuk mendapatkan uang, lalu membelinya sendiri. Dia masih melakukan cara itu. Sebenarnya, dalam hal ini, sang anak mengajarkan suatu hal penting bahwa keterbatasan fisik bisa diubah menjadi batu loncatan yang bisa digunakan untuk menjangkau tujuan yang berharga, kecuali kalau kekurangan itu diterima sebagai hambatan, dan digunakan sebagai kambing hitam.
Si anak kecil ini tidak disekolahkan di sekolah luar biasa, namun di sekolah normal, dan dia terus naik kelas setiap tahun, masuk sekolah menengah, dan perguruan tinggi tanpa bisa mendengar kata-kata gurunya, kecuali kalau mereka berteriak keras-keras dengan jarak dekat. Orang tuanya tidak mengizinkan dia belajar bahasa isyarat. Mereka bertekad sang anak bisa menjalani hidup normal, bergaul dengan teman-temannya yang normal juga.
Ketika dia duduk di bangku sekolah menengah, dia mencoba alat bantu dengar listrik, tapi ternyata tidak bermanfaat baginya. Selama minggu terakhir di perguruan tinggi (delapan belas tahun setelah operasi), sesuatu terjadi yang menandai titik balik penting dalam hidupnya. Kebetulan dia memiliki alat dengar baru, yang dikirimkan kepadanya untuk dicoba. Dia tidak segera mencobanya, karena pernah kecewa dengan alat yang serupa. Akhirnya dia mengambil alat itu dan dengan asal-asalan memasang alat itu di kepalanya, memasang baterainya, dan NAH! Seolah terkena sentuhan keajaiban, keinginan sepanjang hidupnya untuk mendengar secara normal menjadi kenyataan! Untuk pertama kali dalam hidupnya dia bisa mendengar, secara praktis sama seperti semua orang yang punya pendengaran normal.
Dengan suka cita yang luar biasa, dia berlari dan menelpon ibunya, dan mendengar suara ibunya dengan jelas. Pada hari berikutnya jelas dia mendengar suara dosennya di kelas untuk pertama kali dalam hidupnya! Sebelumnya dia hanya bisa mendengar jika mereka berteriak keras dari jarak dekat. Dia mendengar radio. Dia mendengar film. Untuk pertama kali dalam hidupnya, dia bisa bercakap-cakap secara bebas dengan orang lain, tanpa mereka harus berbicara keras-keras. Sungguh, dunianya berubah. Orang tuanya telah menolah untuk menerima kesalahan alam, dan dengan KEMAUAN YANG GIGIH, mereka telah mempengaruhi alam untuk memperbaiki kesalahan itu, melalui satu-satunya sarana praktis yang ada.
KEMAUAN telah mulai memberi hasil, tetapi kemenangan belumlah lengkap. Anak itu masih harus menemukan cara yang pasti dan praktis untuk mengubah kekurangannya menjadi sebuah asset yang bernilai. Singkat cerita, karena senang dengan keadaan tersebut, dia menuliskan pengalamannya ke dalam sebuah surat ditujukan kepada produsen alat bantu dengar tersebut. Pada suatu ketika, ia pun diundang ke perusahaan tersebut, berkeliling pabrik, dan saling bercerita. Muncul ide, insprasi yang membuat kekurangannya menjadi sebuah asset, yang ditakdirkan untuk memberi manfaat baik dari sisi keuangan maupun kebahagiaan bagi ribuan orang di masa yang akan datang. Selama sebulan penuh dia melakukan penelitian intensif, dan dalam kesempatan itu dia menganalisis seluruh system pemasaran pabrik tersebut. Selanjutnya dia menciptakan cara-cara dan sarana komunikasi dengan orang-orang tunarungu di seluruh dunia, untuk berbagi tentang perubahan dunia yang baru saja ditemukannya. Dia lalu menulis rencana untuk dua tahun ke depan. Dia memutuskan untuk membaktikan sisa hidupnya untuk membantu orang-orang dengan kesulitan pendengaran.
Tak lama setelah dia menjadi karyawan di perusahaan alat bantu dengar itu, dia mengundang ayahnya untuk menghadiri kelas yang diadakan oleh perusahaan untuk mengajacari cara dengar dan berbicara orang bisa tuli. Sang Ayah belum pernah mendengar bentuk pendidikan seperti itu, sehingga dia menghadiri kelas tersebut, dengan skeptic tapi berharap bahwa waktunya tak akan terbuang sia-sia. Di sana dia melihat suatu demonstrasi yang memberinya visi besar atas apa yang telah dilakukannya untuk membangkitkan dan menghidupkan pikiran anaknya untuk memiliki kemauan bisa mendengar dengan normal. Dia melihat orang-orang bisu tuli benar-benar diajari cara untuk mendengar dan berbicara, melalui penerapan prinsip yang sama yang pernah digunakan sang ayah, lebih dari dua puluh tahun yang lalu, untuk menyelamatkan anaknya dari bisu tuli.
Dengan demikian, melalui putaran aneh Roda Takdir, sang ayah dan anaknya, BLAIR, telah ditakdirkan untuk membantu mengkoreksi bisu tuli bagi yang belum lahir, karena hanya mereka, setahu sang ayah, orang yang dengan pasti menetapkan fakta bahwa bisu tuli bisa dikoreksi, sehingga menempatkan kehidupan normal bagi orang-orang yang menderita kekurangan ini. Koreksi ini telah berhasil dilakukan oleh satu orang, dan akan berhasil dilakukan oleh lebih banyak orang lagi. Tidak ada keraguan lagi bagi sang ayah bahwa Blair pasti akan menjadi orang bisu tuli seumur hidupnya, seandainya sang ayah dan ibunya tidak berhasil membentuk pikirannya seperti yang telah dilakukan mereka. Ketika sang ayah menanamkan dalam pikiran sang anak kemauan untuk mendengar dan berbicara serta hidup seperti orang normal, bersama dengan dorongan itu terdapat suatu pengaruh ajaib yang menjadikan alam sebagai pembangun jembatan, dan merentangi jurang kebisuan antara otaknya dengan dunia luar, dengan sarana yang para spesialis kedokteran paling ahli pun tidak sanggup tafsirkan. Sungguh kemauan membara mempunyai cara-cara yang rumit untuk berubah sendiri menjadi padanan fisiknya. Ajaib dan tak dapat diukur, itulah kekuatan pikiran manusia!
Ada tiga metode yang dilakukan sang ayah, pertama, sang ayah menggabungkan keyakinan dengan kemauan untuk bisa mendengar secara normal, yang disampaikannya kepada anaknya. Kedua, dia mengomunikasikan kemauannya kepada anak itu dengan cara apapun yang bisa terpikirkan, melalui usaha yang gigih dan terus menerus, selama beberapa tahun. Ketiga, dia percaya kepada saya!
Jujur setelah membaca cerita ini, saya mengetawai diri saya sendiri. Terlalu banyak alasan yang saya keluarkan selama ini untuk melangkah maju. Lingkungan itu terbukti pengaruhnya kuat, apa yang dipikirkan sang ayah berpengaruh ke perkembangan anaknya karena sang anak PERCAYA kepadanya. Jadi, sekali lagi, perlu ditekankan, keterbatasan fisik bukan alasan untuk menyerah dan berhenti jika anda meyakini hal itu. Tapi bagi anda yang melihat dari sisi hambatan, maka tak akan ada yang namanya kemenangan. Mengutip sedikit filosofi Agama Buddha, bahwa, ‘SIAPAPUN yang bisa menang atas orang lain bukanlah seorang pemenang sejati, tapi bagi SIAPAPUN yang bisa menaklukkan dirinya sendiri-lah yang pantas disebut pemenang sejati.’ Begitu pula, yang terjadi pada Blair, dia tak mau menyerah akan kondisinya atas dorongan pikiran dan kemauan dari ayahnya, dan dia memegang hasil yang luar biasa dalam hidupnya.


Dikutip dari Sebuah Buku luar biasa yang memberikan rahasia sukses: Think and Grow Rich - Napoleon Hill

Komentar

Postingan Populer