Hadapi Kenyataan Apa Adanya

Hadapi Kenyataan Apa Adanya

*"Sesuai dengan benih yang ditabur, seorang petani akan menuai hasilnya. Penabur kebajikkan akan menuai kebahagiaan."*


Bahagia sekali rasanya, karena untuk ke-sekian kalinya saya bisa menghadiri acara Kathina Puja di Padepokan Dhammadipa Arama, Batu. Pastinya, yang menambah luar biasa acara tersebut karena yang menyampaikan Dhammadesana ialah Y.M. Bhante Uttamo, MT. Dengan santai dan to the point, Beliau menyampaikan ulasan yang tidak terlalu padat namun diisi dengan cerita menarik. Sedikit ulasan ulang dari saya yang ingin saya bagikan supaya kita bisa menjalani hidup dengan baik dan tepat, sebagai berikut:

Di salah satu kota di Indonesia, sebut saja kota X, tinggal sepasang suami istri yang bekerja sebagai guru Agama Buddha. Sepasang guru ini terkenal pandai, rajin, dan baik sekali. Beliau sangat menguasai ajaran Dhamma dalam hal teori maupun praktiknya dalam kehidupan sehari-hari. Sepasang guru ini memiliki keyakinan bahwa ketika kamma baik mereka matang, mereka pun akan kembali berbuat baik sehingga benih-benih kebajikkan tidak habis begitu saja. Hidup sepasang guru itu sangat sederhana. Suatu hari ada seorang tetangga yang ingin berkunjung ke rumah guru Agama Buddha itu. Tepat sekali waktu itu ayam peliharaannya bertelur. Timbul keinginan untuk membawa beberapa butir untuk diberikan ke sepasang guru itu.

Akhirnya, dimasukkanlah beberapa butir telur ke dalam kantong plastik lalu dibawa ke rumah guru itu. Sampai disana, diberikan telur itu ke sepasang guru itu. Si suami memanggil istrinya untuk sejenak ke belakang. Dia berkata, Bu kamma baik kita sedang berbuah, hidup kita sederhana saja, tapi kita harus membalas kebajikkan tamu itu. Apa ya yang bisa kita berikan sebagai gantinya?. Sang istri ikut berpikir, lalu berkata bahwa mereka hanya punya 5 ekor koi di kolamnya. Setelah sepakat, akhirnya mereka mengambil 5 ekor koi itu untuk diberikan ke tamu tersebut. Tamu yang menerimanya senang sekali dan pamit pulang.

Ketika perjalanan pulang, dia bertemu dengan tetangganya dan bercerita. Si tetangganya senang sekali. Dia berpikir waa baik sekali bapak ibu guru itu, diberi telur membalas koi. Coba ya aku kesana membawa koi peliharaanku untuk mereka, mungkin saja aku bisa dapat ayam atau bahkan seekor kambing, timbul pikiran si tetangga untuk mengunjungi rumah sepasang guru itu dengan harapan dapat sesuatu juga. Diketoknya rumah guru Agama Buddha itu, lalu si tetangga memberikan sekantong plastik yang berisi ikan koi kepada mereka. Kembali, si suami memanggil istrinya untuk ke belakang dan berkata, waa luar biasa bu, kamma baik kita segera berbuah, kolam kita sudah tidak ada ikannya, dan belum kita kuras, eh dapat ikan koi sebagai gantinya. Namun, si istri berkata, ya tapi apa yang harus kita berikan mas, kita hidup sederhana tidak punya banyak barang, bagaimana ya untuk membalas kebaikkan tamu tersebut?. Si suami berpikir, kita tadi baru dapat telur ayam, kita berikan saja untuk tamu itu. Setelah sepakat, mereka pun keluar dengan membawa telur untuk diberikan kepada tetangga itu. Senyum kecut keluar dari wajah si tetangga dan segera pamit pulang. Waa ingin dapat seekor ayam atau kambing, malah dapat ayam yang belum menetas, alias telur.

Cerita ini bukan bermaksud menyinggung siapapun, tapi benar terjadi seperti yang diceritakan itu. Seperti yang dikutip tadi, pelaku kebajikkan akan mendapatkan buah kamma yang sesuai yaitu kebahagiaan. Itu hal yang benar yang diajarkan dalam Dhamma. Namun, sering kali kita melupakan prosesnya. Ketika kita berbuat baik, pasti ada kamma baik yang siap berbuah. Namun, belum tentu apa yang kita harapkan sesuai dengan kenyataan yang akan terjadi. Ketika seseorang tidak menyadari akan kebenaran ini, maka bukan kebahagiaan yang akan dia peroleh, tapi kekecewaan karena apa yang ia harapkan tidak sesuai.

Sebagai contoh nyata, tamu pertama tadi tulus memberikan telur ayam itu kepada guru tersebut tanpa berpikiran mendapatkan balasan. Ketika dia mendapatkan ikan koi dari sepasang guru tersebut, ia berbahagia seadanya karena itulah yang dia sadari sebagai hasil perbuatan bajiknya. Lain dengan tamu kedua, ia melakukan suatu hal baik karena termotivasi untuk mendapatkan sesuatu yang lebih baik. Kenyataan yang terjadi lain, dan ia sedikit kecewa akan hal itu. Dapatnya juga ayam tapi beda tipis, bukan ayam hidup yang sudah besar, tapi ayam yang belum menetas.

Saudara-saudaraku dalam Dhamma, sebenarnya simple kok cara mendapatkan kebahagiaan itu. Melihat dan menerima segala sesuatu apa adanya saja itu sudah cukup untuk kita bisa memperoleh kebahagiaan. Ada seorang umat laki-laki yang berkeluh kesah kepada Bhante, Bhante saya sudah banyak berbuat baik, usaha saya lancar, saya sering berdana kepada Vihara, melakukan Fangsheng, tapi kenapa di rumah saya selalu cek cok dengan istri?. Mengapa, mengapa, dan mengapa. Ada sisi buruk dalam kehidupan manusia, itu benar adanya. Kadang kala timbul masalah, perselisihan, dll. Namun, ada juga hal-hal yang baik ketika kita dihadapkan kepada masalah. Sering kali kita terlalu fokus pada yang gak enak saja, lupa untuk bersyukur untuk yang baik. Kita melupakan satu kata yang penting sekali, yaitu kata UNTUNG.

Kata ini sederhana tapi jika dipakai berbeda sekali. Maka dari itu cara untuk mendapatkan kebahagiaan sesungguhnya itu sederhana. Sadar akan yang terjadi secara apa adanya. Kalau semisal sesuai keluh kesah si suami itu, cek cok terus sama istri, yang bisa diambil dari masalah ini sebenarnya banyak. Untung si suami masih sehat walafiat sehingga usahanya masih lancar dan hasilnya bisa dipakai untuk berdana. Bahkan untungnya lagi, dia masih bisa melakukan hal baik lain yaitu Fangsheng. Untung sekali kan? Lalu cek coknya itu bagaimana? Untung loo dia bisa mendapatkan guru kesabaran. Benar kan tidak hanya ada sisi negatif dari satu masalah, tapi ada banyak keuntungan yang sering kali terlupakan. Maka dari itu, sadari yang terjadi secara apa adanya.

Ada satu kisah lain, sebuah sekolah dengan mata pelajaran bagaimana cara memperoleh kebahagiaan. Suatu ketika, terjadi percakapan seorang guru dengan salah satu muridnya. Coba kamu tuliskan, pagi hari apa yang membuat kamu bahagia, siangnya juga apa, begitu juga sorenya, kata guru tersebut. Walah, tidak ada sama sekali bu, setiap bangun pagi saya harus liat wajah istri saya yang menyebalkan, siangnya masih begitu juga, sorenya cek cok terjadi, mana mungkin saya bahagia?, jawab murid itu. Begitu yang terjadi pada bulan-bulan awal kegiatan itu dijalankan, tidak ada sama sekali hal positif yang ditulis oleh murid itu.

Lalu si guru berkata dan menjelaskan hal-hal apa saja yang patut diperhatikan, lebih kurang sebagai berikut. Ketika bangun pagi, kamu masih bisa merasakan kesejukkan, bukankah itu hal yang membahagiakan. Si murid berpikir, benar juga ya, lalu ditulisnya hal baik itu di kertasnya. Mulai ada hal baik yang bisa diperoleh. Katamu tadi, tiap hari kau harus terpaksa melihat istrimu yang menyebalkan, tapi bukankah kamu masih sehat-sehat saja selama ini, kerjaanmu masih lancar juga kan? Si murid menyetujuinya dan menuliskan hal-hal itu. Lalu, untuk istrimu yang menyebalkan, bukankah hebat kamu bisa menemukan guru kesabaran? Tidak semua orang seberuntung kamu bisa berlatih kesabaran langsung. Apakah itu bukan hal yang membahagiakan? Lama-lama setiap hari, si murid rajin mengisi dan menemukan kebahagiaan dalam hidupnya. Inilah resepnya bagi yang kesulitan untuk menemukan kebahagiaan. Sederhana, hanya dengan kata 'untung', pola pikir kita menjadi lebih baik.

Penabur benih kebaikkan, pasti mendapatkan kamma baik. Itu pasti. Namun, jangan terpaku dengan apa yang sangat kita harapkan. Oh aku sudah berbuat baik A B C D E, tapi kenapa kok begini-begini saja? Kalau hanya berceloteh tentang negatifnya saja karena tidak sesuai harapan, seseorang akan hidup dengan menderita. Bersyukurlah dengan menggunakan kata untung karena dibalik hal negatif masih selalu ada hal positif yang bisa dipetik.

Teruslah berbuat baik di saat apapun, tidak hanya dalam masa Kathina seperti ini. Ketika anda menyokong sandang pangan Sangha, tidak selalu hal yang anda harapkan nantinya terjadi. Begitu pula dalam hidup sehari-hari. Tapi jangan pernah berhenti untuk berbuat baik, seperti yang tertulis dalam NINDHIKAṆDA SUTTA, hasil dari perbuatan baik akan bermanfaat bagi yang menimbunnya, seperti di saat seseorang memendam harta karunnya di bawah sumur dengan berpikiran bahwa suatu saat harta tersebut akan bermanfaat di kala penting. Memang, belum tentu bermanfaat di setiap waktu. Namun, manfaatnya sungguh besar ntah pada kehidupan saat ini maupun kehidupan yang akan datang. Paras yang indah, suara yang merdu, perawakan yang menawan, rupa yang elok, kekuasaan, terlahir di alam yang membahagiakan, dan banyak pahala lain yang bisa didapatkan oleh orang yang selalu menaburkan kebaikkan. Ingatlah penggalan sutta di bawah ini,

Evaṁ mahatthikā esā
Yadidaṁ puññasampadā
Tasmā dhīrā pasaṁsanti
Paṇḍitā katapuññatanti.

Pencapaian kebajikan ini mendatangkan manfaat sedemikian banyak.
Karena itulah, para cendekia yang bijak memuji ia yang telah menimbun kebajikan.
(NINDHIKAṆDA SUTTA, syair 16)

Semoga dengan sedikit ulasan ulang ini, dapat menambah wawasan kita, dan semakin meyakinkan diri kita untuk selalu menebar benih kebaikkan. Apapun yang terjadi dalam hidup kita, bukan terjadi semata-mata untuk disesali karena selalu ada hal-hal yang menguntungkan kita yang mungkin tidak kita sadari. Semoga semua makhluk hidup, berbahagia...(Dhammadesana Bhante Uttamo, MT dalam Kathina Puja, di Padepokan Dhammadipa Arama, Batu, Minggu 20-10-2019)

Komentar

Postingan Populer