3 Buah Pikir yang Tidak Bermanfaat

Atītaṁ nānvāgameyya,
Nappaṭikankhe anāgataṁ.
Yadatītaṁ pahīnantaṁ,
Appattañca anāgataṁ.

Tak sepatutnya mengenang sesuatu yang telah berlalu,
tak sepatutnya berharap pada sesuatu yang akan datang.
Sesuatu yang telah berlalu adalah hal yang sudah lampau,
dan sesuatu yang akan datang adalah hal yang belum tiba.

3 Buah Pikir yang Tidak Bermanfaat

Demikian yang saya pernah dengar dalam Dhammadesana singkat di Samaggi Viriya, yang dibawakan oleh Atthasilani Gunanandi Amita, dengan topik 3 Buah Pikir yang tidak bermanfaat...(saya mensharingkan kembali dengan kata-kata saya sendiri)

Sering kali, kita mendengarkan ceramah mengenai hal2 baik di sekitar kita yang bermanfaat bagi kehidupan kita. Tapi ingatlah jika ada yang baik, maka pasti ada hal yang buruk. Jika ada yang bermanfaat, pasti juga ada yang tidak bermanfaat. Lalu, apakah 3 buah pikir yang tidak bermanfaat ini?

Yang pertama, yaitu pikiran untuk tidak mau mendapatkan celaan atau kritikan. Sebelum saya mengulang secara jelas mengenai hal ini, alangkah baiknya bahwa kita memahami apa sih perbedaan kritikan dan celaan. Kritikan bersifat membangun, sedangkan celaan hanya untuk menjelek-jelekkan seseorang. Kita bisa melihat orang lain bersalah, apa reaksi kita? Apa yang akan kita lakukan? Apakah kita mengingatkan atau menegur dengan baik? Ataukah kita meledek orang lain tanpa menghasilkan solusi yang baik?

Yang namanya manusia, wajar melakukan kesalahan. Sebagai seorang kalyanamitta, alangkah baiknya jika kita mampu menegur sahabat kita dan juga membantu mencarikan solusi agar kesalahan itu tidak terulang lagi. Hal seperti itu sangatlah baik. Tapi, berbeda jadinya jika kita mencela sahabat kita tanpa memikirkan perasaannya. Namun, di lain hal, kadang kala ada saja orang yang telah melakukan kesalahan, tapi tidak mau menerima kritikan atau celaan dari pihak lain.

Sadarlah, bahkan seorang Buddha-pun juga pernah dikritik ataupun dicela. Itu hal yang wajar. Ada saatnya orang berbuat baik dan memperoleh pujian. Tapi, ada kalanya, kita juga harus bisa menerima kritikan. Orang yang memiliki pikiran baik, jikalau melakukan kesalahan akan berani menerima kritikan dan berubah lebih baik. Memiliki pemikiran tidak mau menerima kritikan dan celaan bukanlah hal yang bermanfaat bagi diri kita masing-masing.

Bisa menerima kritikan dan celaan menghindarkan seseorang dari kesombongan. Secara Dhamma, kesombongan bisa dikategorikan menjadi 9 kesombongan, namun pada kesempatan ini hal ini tidak akan dibahas secara dalam. Namun, sedikit hal yang perlu kita tahu, kesombongan akan menghancurkan hidup kita.

Buah pikir yang tidak bermanfaat selanjutnya, yaitu orang yang memiliki pikiran bahwa dirinya hanya mau untung, tidak mau rugi. Pastinya, semua orang yang memiliki usaha, pasti menginginkan untung, laris dagangannya. Ndak ada yang pingin rugi. Tapi, apakah mungkin selamanya akan untung terus? Itu, tidaklah mungkin.

Penyesalan selalu datang belakangan, orang-orang begitu asiknya mengejar harta dan menambah keuntungan. Apakah orang-orang seperti ini bisa hidup dengan penuh kebahagiaan, penuh ketenangan? Saya rasa tidak. Karena apa? Tidur saja biasanya tidak nyaman, takut hartanya hilang, takut bangkrut, dll.

Jika kita memiliki kebijaksanaan, sebenarnya jauh lebih mulia seseorang yang suka berdana, rela melepas, daripada orang yang selalu meminta tapi tak mau memberi. Terutama, sebagai umat Buddha, di masa Kathina ini, inilah saatnya bagi kita dengan penuh ketulusan berdana, menyokong kehidupan Para Bhikkhu. Jika kita ikhlas, kita akan memperoleh kebahagiaan yang tiada taranya. Tapi, bagi orang yang merasa rugi walaupun sudah berdana, yang ada adalah perasaan tidak tenang. Jika mengutip kembali kata-kata Bhante Uttamo waktu Kathina, rela melepas memberikan kebahagiaan bagi anda. Itulah mengapa Ajaran Buddha Dhamma, selalu menekankan kita untuk berdana.

Suatu saat hidup kita ini bisa berada di atas, tapi ada kalanya kita pun merosot ke bawah. Maka dari itu, tidaklah tepat jika kita hanya menginginkan keuntungan, namun tidak mau rugi. Karena, siapapun yang punya harta berkelimpahan, pada saat meninggal juga tidak bisa membawa serta harta itu. Tapi bagi yang memenuhi kehidupannya dengan berdana, banyak berbuat bajik, yang dibawa dan ditinggalkan bagi sanak keluarganya adalah kebahagiaan. Punya mobil 10 pun, waktu mati, semua itu ditinggalkan.

Buah pikir yang tidak bermanfaat yang terakhir adalah takut mati. Hal ini kelihatannya seperti hal yang lucu, tapi benar loo sebagian besar orang takut mati. Ada yang bilang belum siap. Ada yang bilang mati itu mengerikan.

Kematian itu datang kepada siapapun yang dilahirkan di dunia ini. Ndak ada makhluk yang tak akan mati. Sebenarnya, kalau boleh jujur, yang dipermasalahkan bukan takut sama kematian, tapi bingung karena belum sempat mempersiapkan kematiannya. Atau dengan kata lain, semasa hidupnya belum membuat bekal kebajikan apapun.

Ada sebuah kisah tentang perbincangan seorang Guru serta muridnya. Si murid bertanya, "Bu, boleh ndak sih kita berbuat jahat?". Si murid tanya hal itu, padahal sudah pernah diajarkan kalau jangan berbuat jahat. Namun bu guru itu menjawab dengan tenang, "Boleh saja. Tapi, minimal 1 hari sebelum kamu meninggal berbuatlah hal yang baik."

Siapa sih yang tahu kapan kita meninggal? Bisa saja, besok, lusa, atau kapanpun. Pertanyaannya, jika dalam hidup anda, anda belum pernah sekalipun melakukan hal yang baik, siapkah anda meninggalkan kehidupan ini?

Ada sebuah kisah lain yang menceritakan sepasang suami istri yang selalu ke tempat latihan meditasi untuk berlatih meditasi. Suatu ketika Bhante pembimbing meditasi berkata kepada si suami, " Ayo pak ikut sekalian latihan meditasi." Selama ini, ternyata si suami hanya mengantarkan sang istri saja. Si suami menjawab, "waa, ndak mampu saya Bhante, 15 jam sehari." Si istri berkata kepada Bhante, "Biarlah Bhante kalau dia mau seperti itu, tidak bisa dipaksa. Walau kami sepasang suami istri, kami mewarisi karma kami sendiri-sendiri."

Dari kisah ini, kita bisa mengutip kembali ajaran Sang Buddha, bahwa setiap dari kita tidak bisa terhindar dari kematian, dan juga mewarisi karma kita masing-masing. Sebagai manusia yang telah dilahirkan, kita akan melalui 3 utusan agung, yaitu tua, sakit, dan mati. Tidak ada gunanya, kita menolak salah satu dari 3 itu, negosiasi anda tak akan pernah berhasil.

Kematian bukanlah yang harus ditakuti. Yang harus anda takuti adalah jika tidak ada kesempatan bagi anda untuk menyiapkan bekal karma bajik selama hidup anda.

Jangan biarkan pikiran anda terbuai dengan 3 buah pikir yang tak bermanfaat itu. Jika anda bersalah, siaplah menerima kritikan dan celaan, itu hal yang wajar. Jika anda hari ini untung, terimalah kerugian yang suatu saat dapat terjadi. Jika anda dilahirkan, janganlah takut ataupun menolak kematian.

Semoga bermanfaat, Sabbe Satta Bhavantu Sukhitatta...

Komentar

Postingan Populer