Mengunjungi Para Pertapa adalah Berkah Utama

Samaṇānañ ca dassanaṁ
Kālena Dhammasākacchā
Etammaṅgalamuttamaṁ

mengunjungi para petapa,
dan membahas Dhamma pada waktu yang sesuai,
Itulah Berkah Utama

Minggu 28 Oktober 2018, berbahagialah saya, mendapatkan kesempatan untuk berbuat baik, bahkan bisa bertemu dengan para Bhante, Samanera, dan Atthasilani di Padepokan Dhammadipa Arama, Batu. Ya benar sekali, kita sebagai umat Buddha, telah memasuki masa Kathina atau dikenal dengan masa Sanghadana. Masa Kathina kali ini merupakan masa yang spesial dikarenakan untuk pertama kalinya 6 Bhikkhu telah menyelesaikan vassanya di PDA. Pada kesempatan berbahagia ini, Bhante Uttamo Mahathera memberikan pesan Dhamma yang begitu luar biasa dan bermakna. Demikian yang saya dengar dan pahami, dalam kesempatan ini, akan saya ulas kembali.

Bhante membuka Dhammadesana dengan petikkan Paritta dari Mangala Sutta seperti yang saya tulis di awal. Cuplikan sutta tersebut pastinya sering kita lihat dan baca. Sebelum jauh membahas kembali apa yang disampaikan Bhante tentang cuplikan sutta tersebut, Bhante memberikan sedikit penjelasan mengenai makna Kathina yang sesungguhnya.

“Seperti yang kita ketahui upacara Kathina sering diadakan di berbagai Vihara. Ada Vihara yang hanya didiami oleh 1 Bhikkhu, ada pula yang mungkin 3. Jika kita mendefinisikan Sanghadana secara sederhana, upacara Sanghadana yang kita ketahui yaitu saat dimana kita bisa berdana untuk menopang kehidupan Bhikkhu dengan mendanakan jubah maupun barang kebutuhan lainnya.

Namun, makna Kathina sesungguhnya akan kita pahami ketika di dalam satu Vihara ada 5 atau lebih Bhikkhu yang telah menyelesaikan vassanya. Dalam momen langka ini, Bhikkhu yang lebih muda bisa menyiapkan pembuatan jubah secara manual dalam 1 hari untuk diberikan ke Bhikkhu yang lebih tua atau yang dihormati dalam Vihara tersebut. Makna Kathina bukan hanya saat dimana anda bisa berdana untuk menyokong kehidupan Bhikkhu. Jika kita sadari, betapa luar biasanya kita hari ini bisa menjumpai 11 Bhante, 50 / lebih Samanera, dan bahkan 50 Atthasilani dalam 1 moment upacara.

Dalam masa Kathina, sebenarnya kita menemukan apa yang disebut sebagai berkah utama. Apakah berkah utama itu? Anda bisa bertemu dengan para Samana / dengan para pertapa. Banyak umat yang menyalahkan artikan berkah tersebut atau lebih tepatnya belum memahami berkah itu sendiri. Ada 1 umat yang mendatangi seorang Bhante, menghormat, dan meminta dikepret air suci. Katanya sih klo sudah dikepret oleh Bhante serasa bahagia dan mendapat berkah. Bahkan kalau kurang sekalian mintanya agak banyak alias digebyor. Ada juga yang ketika bertemu minta oleh-oleh dari Bhantenya, biasanya liontin. Atau ketika ada benang yang dipasang di Vihara, umatnya minta ke Bhantenya, yang cowok minta gelang 5 warna, yang cewek minta kalung. Itu berkah bagi mereka. Ada lagi yang lebih ekstrem, minta disembul biar ujiannya bagus.

Semua itu mungkin berkah bagi si umat, tapi bukanlah yang dimaksud dengan berkah utama. Salah satu berkah utama yaitu ketika anda bisa berjumpa dengan para pertapa. Kalau sudah berjumpa apa yang harus anda lakukan sebagai umat?

Yang pertama yaitu meniru. Meniru apa? Anda bisa melihat sosok rupang Sang Buddha yang biasanya dilapisi jubah luar dengan posisi bahu kanan tidak tertutupi. Sebagai seorang Bhikkhu, Samanera, maupun Atthasilani, kami meniru apa yang sudah tergambarkan dalam diri Sang Buddha melalui rupang tersebut. Hal lainnya yang bisa anda lihat, mungkin rambut Sang Buddha. Dikisahkan bahwa ketika Pangeran Sidharta memotong rambutnya, sampai tua-pun rambut Sang Buddha tak pernah memanjang bahkan digunting. Maka dari itu para Samana meniru cara hidup Sang Buddha, ukuran rambut tidak lebih panjang dari 5cm.

Masih banyak simbol yang bisa ditiru dari melihat dan mengingat sosok Sang Buddha. Itulah kehidupan para petapa berdasarkan apa yang dilakukan oleh Sang Buddha. Ada suatu pepatah yang menjelaskan bahwa orang yang pintar tapi tidak baik dalam moralitas tidak bisa dikatakan sebagai orang yang terpuji. Namun, bagaimana kalau orang yang tidak pandai tapi punya moralitas? Ternyata belum yang terbaik juga. Berarti orang terpuji itu yang dikatakan pandai secara pengetahuan serta baik dalam moralitas. Sosok inilah yang bisa kita temukan dalam diri para Bhikkhu, Samanera, dan juga Atthasilani. Mereka pastinya sudah bisa memilih mana yang baik serta meninggalkan mana yang buruk.

Sebagai umat, dengan menghormati para Pertapa dimaknakan bahwa anda mau meniru untuk menjadi orang baik. Ingat menjadi orang baik yang terpuji tidak selalu harus dengan jalan menjadi seorang Samana. Tapi untuk menjadi orang baik dan terpuji dalam spiritualitas, kita bisa belajar dari Beliau-Beliau. Jadi hal pertama dari berkah utama tersebut ialah menjadi bijaksana, meniru dan bisa memilih hal yang baik dan meninggalkan yang buruk.

Yang kedua yaitu menolong dengan tulus. Kita bisa belajar dari kehidupan para Samana bahwa mereka benar-benar melayani dengan tulus. Bahkan ketika ada gempa Palu yang lalu, 6 Samanera dikirim ke Palu untuk membantu banyak hal. Mereka membantu tanpa meminta bagiannya. Mereka membantu benar-benar dengan ketulusan. Jika anda telah berhasil memilih yang baik, alangkah indahnya jika anda bisa melakukan yang kedua ini.

Yang ketiga yang bisa diambil yaitu kerelaan. Para Samana ini rela mengorbankan waktunya, tenaganya, pikirannya pada saat seorang umat menghadap dan curhat tentang masalahnya. Tapi kadang kala, si umat kelupaan kalau Bhikkhu ini tidak berkeluarga tapi masalah yang diberikan masalah suami istri. Tapi sebagai seorang Bhikkhu, solusi tetap diupayakan untuk diberikan.
Dalam Dhamma, ada perumpamaan tentang seekor Gajah yang rela mempertahankan Gadingnya dengan mempertaruhkan hidupnya sendiri. Ketika gading gajah itu menancap atau nyantol di semak-semak, si gajah tidak akan pernah berusaha mematahkan gadingnya. Bahkan dia memilih untuk tak bergerak atau bahkan melukai tubuhnya sendiri sampai mati. Bukan suatu keputusan yang mudah, saat pertama kali kami mengajukan diri kepada orang tua kami untuk bisa diizinkan menjadi seorang Bhikkhu, Samanera, maupun Atthasilani. Pasti ada penolakan, pasti sulit sampai akhirnya ada kerelaan. Inilah perjuangan kami.

Pertanyaannya, bagi anda sebagai umat yang rela menyokong kehidupan Bhikkhu, Samanera, serta Atthasilani bahkan menghormatinya, apakah dalam kehidupan sehari-hari anda juga melakukan hal yang sama kepada orang tua, sanak keluarga, bahkan teman anda? Apakah anda sudah rela buang waktu, tenaga, pikiran anda untuk membantu orang tua yang telah membesarkan anda? Membantu sanak keluarga serta teman yang mendukung anda? Salah seorang Bhikkhu dalam bukunya mengatakan bahwa, ketika anda belum mampu menyokong membahagiakan orang tua anda sendiri, sebenarnya anda belum pantas menyokong kehidupan seorang pertapa. Kerelaan bukan hanya pekara materi namun juga non materi. Ketika orang tua anda telah meninggal dunia pun, anda masih bisa menghormati mereka dengan melakukan pelimpahan jasa. Mengupayakan mereka bahagia, terlahir di alam yang bahagia. Rela dan tulus kah anda melakukannya? Bukankah dalam latihan meditasi, anda sering diajarkan untuk merenungi ‘semoga semua makhluk hidup berhagia’? Dengan kata lain, anda harus rela melakukan yang terbaik kepada siapapun dan kapanpun.

Jadi dalamUpacara Kathina ini, anda sebenarnya memiliki kesempatan yang luar biasa ketika bisa bertemu dengan petapa bahkan mendengarkan Dhamma di waktu yang tepat. Anda bisa lebih bijaksana dengan mampu memilih apa yang baik, meninggalkan apa yang buruk. Anda bisa belajar untuk menolong dengan tulus jujur. Anda bisa lebih memahami tentang kerelaan. Yang terakhir dan terpenting, dengan anda menghormati para petapa, mereka berusaha untuk lebih mengembangkan diri, mengembangkan batin, untuk bisa melayani umatnya yang membutuhkan solusi dari masalah yang ada. Dari sana, anda sebagai umat pun, batin anda harus seimbang dan berkembang sampai anda mati. Apa yang telah anda pahami sebagai hal yang baik haruslah anda pertahankan sampai akhir hidup anda.

Inilah makna Kathina yang sebenarnya. Mengunjungi para pertapa merupakan berkah utama. Menghormati, meniru apa yang baik, meninggalkan apa yang tidak baik. Mampu menolong dengan tulus serta rela untuk melakukan yang terbaik untuk orang yang anda hormati tidak terbatas pada Anggota Sangha saja. Dan yang paling penting, anda tidak pernah berhenti dalam mengembangkan batin anda, tinggalkan yang buruk, di saat harus meninggal, berbahagialah karena banyak hal baik yang telah anda capai dengan usaha yang maksimal.”

Demikianlah ulasan yang dapat saya berikan kembali. Semoga cocok. Selamat Kathina. Semoga semua makhluk hidup berbahagia.

Komentar

Postingan Populer