Bukan Sekedar Renungan

*Renungan yang Tak Hanya untuk Direnungi oleh Ia yang Bijaksana*

(oleh: Indra Kurniawan)


Anavassutacittassa

Ananvāhatacetaso

Puññapāpapahīnassa

Nathhi jāgarato bhayam.


Orang yang pikirannya tidak dikuasai oleh nafsu dan kebencian,
Yang telah mengatasi keadaan baik dan buruk;
Maka di dalam diri orang yang selalu sadar seperti itu tidak ada lagi ketakutan.

(Dhammapada Citta-Vagga : 39)

Selamat siang saudara-saudaraku tercinta, terimalah salam kasih dalam Dhamma, sotthi hontu, namo Buddhaya. Sungguh bahagia rasanya bagi saya bisa menemukan sebuah bacaan bagus yang sangat indah. Isinya sebenarnya mengenai beberapa perumpamaan yang bisa dijadikan renungan hidup kita. Namun, si penulis mengemas perumpamaan itu dengan indah dan bermakna. Maka dari itu seperti judul yang saya tulis di atas, saya ingin membagikan apa yang telah saya baca tersebut dalam sebuah ulasan yang mungkin saja bisa sangat bermanfaat bagi diri kita masing-masing.

Sebelum masuk ke topik utama, saya mengutip di bagian awal syair Dhammapada Citta Vagga nomor 39. Pikiran kita itu ibarat wadah kosong yang siap digunakan untuk menyimpan sesuatu. Pastinya ada hal-hal baik maupun buruk yang bisa disimpan di dalamnya. Idealnya, kita ingin menyimpan semua yang baik-baik saja dan membuang yang buruk. Sayangnya, kadang kala kita ini tidak sadar, jadinya mudah terpengaruh hal-hal buruk di sekitar kita. Maka hal yang tidak kita kehendaki jadi masuk ke dalam pikiran kita. Ditulis di dalam syair Dhammapada tersebut bahwa orang yang selalu sadar tidak akan mendapatkan lagi ketakutan. Kata kuncinya disini adalah sadar.

Sebagai umat Buddha pastinya kita tahu bahwa untuk menjadi sadar, bahkan selalu sadar setiap saat kita butuh latihan meditasi. Latihan meditasi itu gratis, sederhana pakai napas saja cukup. Tapi, banyak yang punya alasan kalau diajak meditasi. Meditasi dianggap sulit. Meditasi dianggap penderitaan. Meditasi tidak dijalankan karena katanya tidak punya waktu. Meditasi dianggap membosankan. Tapi, kalau ditanya apakah pingin menjadi orang yang lebih baik, lebih sabar, lebih bahagia, jawabnya lantang saya mau. Diberi masukkan ayo meditasi, langsung tak bernyali. Kalau begini terus, kapan kita bisa melek atau sadar? Kapan kita punya waktu melihat ke dalam diri kita sendiri? Jangan-jangan yang masuk ke dalam diri kita selama ini cuman hal buruk aja, kotoran-kotoran.

Mengutip dari apa yang pernah disampaikan oleh guru meditasi saya, bahwa dalam agama Buddha kita mengenal 2 jenis meditasi, yaitu Samantha dan Vipassana. Membedakannya cukup mudah sebenarnya. Ibarat anda punya wadah atau aquarium yang berisi air yang keruh banyak kotoran. Wadah yang berisi air ibarat pikiran kita. Kotoran pastinya hal-hal buruk tadi. Kita ingin airnya jernih kembali. Ada 2 cara yang bisa digunakan. Kalau yang pertama jangan buat wadahnya bergoyang-goyang, tenangkan dalam beberapa saat. Maka kotoran itu pelan-pelan akan ke bawah mengendap. Air yang di atasnya jadi bening kembali.

Cara yang kedua, ambil saja saringan air. Ambil wadah lain, tuangkan air yang penuh kotoran tadi. Kotoran itu tidak akan masuk lagi ke wadah lainnya karena tersaring setahap demi setahap. Lalu tugas kita hanya membuang kotoran tersebut sehingga pastinya air itu akan jernih. Perumpamaan ini adalah gambaran pengaplikasian 2 metode Bhavana tersebut. Jika anda melatih diri anda dengan Samantha Bhavana, hasilnya anda akan memperoleh ketenangan melalui konsentrasi terhadap 1 objek utama, misal keluar masuknya napas.

Jika anda berlatih dengan Vipassana Bhavana, anda tidak hanya fokus ke 1 objek tapi melihat fenomena di sekitar anda. Jika timbul perasaan marah, sadari, saring kotoran itu. Jika timbul yang membahagiakan, sadari, jangan dilekati. Semua manfaat ini baik ketenangan maupun membuang kotoran dalam batin adalah hasil dari latihan anda sendiri. Tidak bisa diwakilkan. Misal, anda bilang ke teman anda, saya capek nih hari ini tidak ikut latihan meditasi, nitip tolong bantuin nenangkan diri saya. Tidak ada yang begitu. Yang tenang anda tapi teman anda yang mau berlatih. Baik atau buruk diterima oleh sang pelakunya. Maju tidaknya kualitas diri anda ditentukan oleh diri anda sendiri.

Kalau kita melihat sebuah botol, botol bekas yang kosong pun memiliki harga walau kecil. Kalau dibersihkan lalu diisi air mineral, dijual lagi harganya 3 ribu. Kalau isinya jus buah, naik jadi 10 ribu. Kalau diisi madu, harganya mahal. Kalau diisi minyak wangi, mungkin bisa jutaan. Kalau diisi air got, tidak ada yang mau beli. Yang ada orang jijik lalu dibuang ke tong sampah. Tidak ada harganya. Loo, wong sama-sama botol, kok bisa harganya berbeda-beda, sampai jutaan malah? Iya sebab botol itu bukan sekedar botol kosong lagi tapi sudah berbeda dari isinya dan kualitasnya.

Manusia juga begitu. Labelnya sama manusia, yang berbeda adalah isinya. Iman, karakter, perasaan yang mudah timbul, pengetahuan yang didapat, bahkan kebijaksanaannya pun berbeda. Dari hal ini, kita bisa kembali menengok sejenak jika botol kosong saja bisa menjadi mahal karena diisi dengan hal yang berkualitas, apakah kita tidak berharap bahwa pikiran kita diisi dengan yang berkualitas dan terhindar dari yang buruk? Kembali melihat syair Dhammapada tadi, ketika seseorang yang pikirannya terbebas dari nafsu dan kebencian, maka dengan penuh kesadaran pula dia tidak perlu menemui ketakutan.

Bila anda mengisi batin dan pikiran anda hanya dengan penyesalan masa lalu dan apa yang belum terjadi di masa depan, anda akan selalu menyesal dan khawatir, kualitas anda menurun. Anda tak menyadari bahwa hari ini lah yang terbaik. Anda pun tidak punya waktu untuk mensyukuri apa yang terjadi dalam hidup anda. Ketika anda tidak punya cukup waktu untuk bertindak karena terlalu takut dan khawatir, maka benar akan terjadi penyesalan pada akhirnya. Ohh sungguh menderitanya diri ini jika itu terjadi.

Tiap manusia pastinya menghendaki yang namanya sukses. Sukses tidak diukur dari posisi yang dicapai seseorang dalam hidup, tapi dari kesulitan-kesulitan yang berhasil diatasi ketika berusaha meraih sukses. Suksesnya seorang umat Buddhis bermeditasi juga bukan dilihat dari kuantitas atau berapa lama orang itu mampu duduk diam, namun lebih dilihat dari kualitas batin yang dicapai. Kalaupun berhasil bermeditasi satu jam, tapi ketika selesai kita masih mudah marah, emosi, takut, dll, kualitas batin kita belum meningkat. Namun bukan berarti yang meditasi sebentar selesai juga hebat. Kalau kita menyerah dengan kondisi fisik misal kesemutan, sakit, encok, dll, kualitas sukses yang sebenarnya juga belum tercapai.

Cara menuju sukses itu sendiri yaitu dengan sebuah tindakan bukan hanya angan-angan. Ada sebuah perumpamaan yang menyebutkan bahwa umur itu ibarat sebuah balok es batu. Dipakai atau tidak dipakai akan tetap mencair. Begitu juga usia, digunakan atau tidak, umur pasti akan bertambah. Tapi loo, orang-orang banyak berkata sukses itu diawali impian. Iya benar itu titik awalnya. Meditasi juga begitu diawali niatan dan keyakinan. Tapi apakah dengan itu saja akan berhasil? Tidak loo, meditasi itu harus disertai 5 kekuatan dan bahkan 7 faktor pencerahan. 5 kekuatan atau disebut dengan panca bala itu pun harus seimbang. Yakin bisa kuat sejam, tapi semangat dan kesadarannya tidak ada, percuma, konsentrasinya ambyar. Pastinya, kebijaksanaannya tidak tercapai.

Maka dari itu, sukses tidak cukup hanya dengan impian. Tapi perlu kerja keras, perlu komitmen. Banyak sekali, cerita hidup orang sukses pada zamannya, mereka sukses bukan hanya dari ide saja, tapi kerja keras, kegagalan bertubi-tubi bahkan sampai ribuan kali, penderitaan, dan ada pula yang akhirnya harus menemukan partner yang cocok baru bisa sukses. Meditasi tidak harus sekeras itu. Meditasi tidak butuh modal karena selama kita masih hidup, kita bernapas. Tapi, tanpa keseimbangan Panca Bala, yang ada kita jadi malas, ngantuk, bosan, dan tidak mau meditasi lagi.

Coba kita lihat musim sekarang ini di Indonesia, sedang memasuki musim hujan kan? Kadang kala hujannya sebentar selesai. Kadang kalah hujan besar disertai angin yang menyeramkan. Hujan besar inilah yang disetarakan dengan tantangan hidup. Ketika hujan besar itu terjadi, jika kita diharuskan menerobos hujan untuk ke suatu tujuan, apa yang harus kita lakukan? Memohon-mohon, meringis-meringis, berdoa supaya hujan berhenti kah? Atau mengupayakan dan memastikan payung yang akan kita gunakan bertambah kuat?

Hal-hal yang seperti inilah yang menjadi inspirasi bagi saya untuk menuliskan ulasan ini. Banyak nasihat, perumpamaan, atau renungan yang bermanfaat bagi kita. Namun renungan hanyalah renungan kata-kata belaka jika kita tidak melakukan apa-apa. Jika kita tidak waspada atau tidak sadar, terlalu membingungkan hal buruk, ketakutan akan selalu menghadiri kita. Kualitas diri kita tidak akan pernah meningkat. Demikian pun saya disini masih terus berlatih, untuk menjadi seorang yang jauh lebih baik walaupun setahap demi setahap. Berubah itu tidak enak, kadang menyakitkan, tapi kalau bisa menjadi seperti botol dengan isi yang berkualitas sehingga harganya pun jauh lebih mahal kenapa tidak? Saya tutup kembali ulasan ini dengan sebuah kutipan syair Dhammapada, semoga bisa menjadi manfaat buat kita semua. Semoga semua makhluk hidup, berbahagia...

Yathāpi ruciram puppham

Vannavantam agandhakam

Evam subhāsitā vācā

Aphalā hoti akubbato.


Bagaikan sekuntum bunga yang indah tetapi tidak berbau harum;
Demikian pula akan tidak bermanfaat kata-kata mutiara yang diucapkan oleh orang yang tidak melaksanakannya.

(Dhammapada Puppha-Vagga : 51)

Komentar

Postingan Populer